Header Ads

Buku SKI

Hijrah Ke Abessinia

Selama berdakwah di Mekah, Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya menghadapi penindasan dan penganiayaan. Kondisi ini mencapai puncaknya pada tahun kelima kenabian. Saat beliau melihat beban berat yang dialami umat Islam, Nabi saw. berkata kepada mereka. "Sebaiknya kalian pergi ke negeri Abessinia, sebab negeri itu dikenal mempunyai pemimpin yang baik, jujur, dan tidak menzalimi umatnya, sampai kalian menemukan solusi terbaik untuk keluar dari kondisi ini. Maka, pada bulan Rajab tahun kelima kenabian, para sahabat terdiri dari 12 laki-laki dan empat perempuan pergi ke Abessinia dipimpin oleh Utsman bin Affan beserta istrinya putri Nabi saw., Ruqayyah. Kemudian menyusul rombongan kedua dipimpin oleh Ja`far bin Abi Thalib.

Ketika mengetahui hijrahnya sebagian kaum Muslimin ke Abessinia, kaum kafir Quraisy mengirim utusan ke Abessinia guna meminta Raja Najasi untuk memulangkan kaum Muslimin kembali ke Mekah. Kedua orang utusan itu ialah Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah. Keduanya memberi hadiah kepada Raja Najasi dan pembesar Abessinia dengan maksud supaya berkenan mengembalikan umat Islam ke Mekah. Utusan itu berkata, `Wahai Paduka Raja, mereka yang datang ke negeri ini adalah para budak kami yang tidak mempunyai malu, mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama Paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga Paduka tahu. Kami diutus kepada Paduka oleh para pemimpin kami, oleh orang-orang tua kami, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya Paduka berkenan memulangkan orang-orang itu kepada mereka."

Sebelum bertemu raja, sebenarnya kedua utusan tersebut sudah bertemu dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima beberapa hadiah menarik dari penduduk Mekah, mereka berjanji akan berusaha mengembalikan kaum Muslimin kepada kaum kafir Quraisy. Tetapi Raja Najasi menolak permintaan tersebut sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Raja memanggil mereka, dan sebagai wakil juru bicara kaum Muslimin adalah Ja`far bin Abi Thalib. "Apa sebenarnya agama yang kalian anut, sehingga membuat kalian meninggalkan masyarakat kalian sendiri, tetapi tidak juga kalian menganut agamaku, atau agama lain?" tanya Najasi. Juru bicara kaum Muslimin Ja`far bin Abi Thalib menjawab, "Paduka Raja, sebelum kami memeluk Islam, kami adalah masyarakat yang bodoh, menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan segala kejahatan, memutuskan hubungan dengan kerabat, tidak baik dengan tetangga, yang kuat menindas yang lemah. Sampai Tuhan mengutus seorang utusan dari kalangan kami sendiri yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih. Ia mengajak kami semua menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan menyembah batu-batu, patung-patung yang selama ini kami sembah. Ia meminta kami untuk jujur dan tidak berbohong, mengadakan hubungan keluarga dan tetangga secara baik, mengakhiri pertumpahan darah dan perbuatan terlarang atau tidak baik lainnya. Ia melarang kami berbuat jahat dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak yatim piatu atau mencemarkan perempuan-perempuan yang bersih. Ia minta kami hanya menyembah Allah, mempercayai bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kemudian melakukan salat, menunaikan zakat dan berpuasa pada bulan Ramadan. Kami pun membenarkan ajaran-ajaran beliau. Kami menuruti segala yang diperintahkan Allah, lalu kami hanya menyembah Allah Yang Esa, tidak mempersekutukan-Nya. Kami menjauhi segala yang diharamkan dan kami lakukan apa yang dihalalkan. Karena ajaran-ajaran itulah, kami dimusuhi oleh masyarakat kami sendiri, mereka menyiksa kami dan menghasut supaya kami meninggalkan agama kami, untuk kemudian kembali menyembah berhala; agar kami membenarkan semua kejahatan yang pernah kami lakukan pada masa lalu. Mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama kami, karena itu kami pun keluar dan pergi ke negeri ini. Tuan juga yang menjadi pilihan kami. Kami senang berada di dekat tuan, dengan harapan di sini tak ada penganiayaan."

Kemudian Raja Najasi berkata, "Dapatkah kalian membacakan ajaran Tuhan kalian?" "Ya", jawab Ja`far, Ialu ia membacakan Surah Maryam dari pertama sampai pada firman Allah: "Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak yang masih dalam ayunan?" Dia (Isa) berkata, "Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." (Maryam: 29-33).

Setelah Raja mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, para pemuka istana terkejut, kemudian Najasi berkata, "Kata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami tidak akan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan!"

Keesokan harinya Amr bin Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan bahwa kaum Muslimin menuduh Isa anak Maryam. Kemudian Ja`far datang menghadap Raja untuk mengklarifikasi: Dia adalah hamba Allah dan Utusan-Nya, Ruh-Nya dan Firman-Nya yang disampaikan kepada Perawan Maryam. Najasi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan rasa gembira Raja Najasi berkata, "Antara agama kalian dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini." Setelah mendengar klarifikasi dari Ja`far, Najasi memahami bahwa kaum Muslimin juga mengakui Isa, mengenal adanya Isa dan menyembah Allah.

Kaum muslimin tinggal di Abessinia sekitar tiga bulan. Selama tinggal di Abessinia kaum Muslimin merasa aman dan tenteram. Pada suatu saat datang berita kepada mereka bahwa permusuhan dari pihak Quraisy sudah berangsur reda, maka mereka kembali ke Mekah, tetapi berita tersebut tidak benar, bahwa penduduk Mekah masih tetap mengganggu kaum Muslimin, maka mereka pun kembali lagi ke Abessinia. Mereka yang berhijrah ke Abessinia tahap kedua ini terdiri dari 80 orang.

Tidak lama setelah peristiwa hijrahnya sebagian kaum Muslimin ke Abessinia, di penghujung tahun keenam kenabian, dua putra terbaik Quraisy yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab masuk Islam. Hamzah terlebih dahulu masuk Islam, tiga hari kemudian Umar. Masuknya dua tokoh Quraisy ke agama Islam membuat posisi umat Islam semakin diperhitungkan keberadaannya, di sisi lain kaum kafir Quraisy semakin merasa terhina karena tokoh mereka satu demi satu beralih memeluk Islam. Menguatnya posisi umat Islam, memperkuat pula reaksi kaum kafir Quraisy. Di sinilah kemudian mereka melakukan boikot terhadap Bani Hasyim selama tiga tahun mulai tahun ketujuh sampai tahun ke-10 kenabian. Boikot ini merupakan tindakan paling menyiksa dan menyengsarakan kaum Muslimin.

Usai pemboikotan, Nabi Muhammad saw. mulai lagi berdakwah. Namun, tidak lama kemudian Abu Thalib paman beliau wafat dalam usia 87 tahun. Beberapa hari kemudian istrinya Siti Khadijah wafat pula. Setelah wafatnya kedua pembela beliau, kaum kafir Quraisy semakin menyudutkan Nabi dan umat Islam. Melihat reaksi kafir Quraisy semakin keras, beliau pergi ke Thaif untuk berdakwah, namun di sana beliau diejek, disoraki, dan bahkan dilempari batu sampai luka di kepalanya. Untuk menghibur Nabi saw. yang sedang dilanda kesedihan, Allah meng-isra ' dan me-mi`rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian. Berita Isra' Mi`raj menggemparkan kafir Quraisy dan menjadikannya sebagai bahan ejekan. Sebaliknya bagi umat Islam kejadian tersebut merupakan ujian keimanan mereka, jika mereka percaya maka semakin kuat keimanannya, tetapi jika tidak maka semakin lemah keimanannya. Tetapi umat Islam melihat peristiwa Isra' Mi`raj dengan penuh keimanan.

Materi Berikutnya >> NEXT
Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI


Tidak ada komentar