Header Ads

Buku SKI

Wilayah Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah


Selama masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, imperium Islam berhasil memperluas Wilayah sampai batas-batas yang terjauh, membentang dari Lautan Atlantik dan Pyrenees hingga ke Indus dan perbatasan Cina. Perluasan ini hampir tak tertandingi sejak masa klasik dan hanya dilampaui pada masa modern oleh kerajaan Inggris dan Rusia. Pada masa kejayaan tersebut terjadi penaklukan Transoxiana, penaklukan kembali dan pengendalian keamanan di Afrika Utara, dan penaklukan daerah Eropa --sebuah upaya besar yang pernah dilakukan oleh orang-orang Arab-- yaitu penaklukan Spanyol.

Wilayah yang terbentang luas itu dibagi menjadi beberapa provinsi, masing-masing provinsi terdapat seorang gubernur yang bertanggungjawab atas jalannya pemerintahan. Pembagian provinsi ini meniru pola yang dilakukan oleh imperium Bizantium dan Persia. Provinsi-provinsi itu adalah:
  1. Suriah-Palestina;
  2. Kufah dan Irak;
  3. Bashrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Nejed, Yamamah;
  4. Armenia;
  5. Hijaz;
  6. Karman dan Wilayah perbatasan India,
  7. Mesir;
  8. Afrika Kecil;
  9. Yaman dan Kawasan Arab Selatan.[1]

Keberhasilan perluasan wilayah disebabkan faktor kemajuan internal Dinasti Bani Umayyah di berbagai bidang. Di bidang politik, sistem pengawalan raja diperketat, dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan tatkala raja menjalankan salat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan pembunuhan yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya seperti terjadi pada Khalifah Ali. Jabatan baru ini bernama al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Siapa pun tidak dapat menghadap khalifah sebelum mendapat izin dari pengawal (hujjab). Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah termasuk jabatan bergengsi dalam istana kerajaan. Muawiyah juga meperkenalkan materi resmi untuk pengiriman memorandum yang berasal dari khalifah.

Para sejarawan mengatakan bahwa di dalam sejarah Islam. Muawiyah yang pertama kali mendirikan balai-balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama kemudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagi bagian negara. Pada masa Dinasti Bani Umayyah dibentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu:
  1. Katib ar-Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan)
  2. Katib al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak dan Keuangan)
  3. Khatib al-Jund (Sekretaris Urusan Kemiliteran)
  4. Katib as-Syurtah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
  5. Katib al-Qadi (Sekretaris Urusan Kehakiman).

Untuk mengurusi administrasi pemerintah di daerah, diangkat seorang Amirul Umana (Gubernur Jenderal) yang membawahi berberapa “Amir” sebagi penguasa satu wilayah.

Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan oleh empat departemen pokok (diwan). Keempat departemen (kementerian) itu ialah:
  1. Kementerian pajak tanah (Diwan al-Kharraj) yang tugasnya mengawasi departemen keuangan.
  2. Kementerian khatam (Diwan al-Khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintah. Sebagaimana masa Muawiyah telah diperkenalkan materai resmi untuk memorandum dari khalifah, maka setiap tiruan dari memorandum itu dibuat, kemudian ditembus dengan benang, disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
  3. Kementerian surat menyurat (Diwan ar-Rasail), dipercayakan untuk mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua komunikasi dari gubernur-gubenur.
  4. Kementerian urusan perpajakan (Diwan al-Mustagallat). Bahasa administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah ke dalam bahasa Arab dimulai oleh Abdul Malik pada tahun 85 H/704 M.

Di bidang militer, pada masa Dinasti Bani Umayyah, organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisian (as-Syurtah). Berbeda dengan masa Usman, bala tentara pada masa ini bukan muncul atas kesadaran sendiri untuk melakukan perjuangan, tetapi semacam dipaksakan. Sesuai dengan kebijakan politik Arabisasi dinasti ini, angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara, orang luar pun terutama bangsa Barbar turut ambil bagian dalam kemiliteran.

Pada masa Abdul Malik ibn Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidham at-Tajdid al-Ijbari). Pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi dengan kuda, baju besi, pedang, dan panah. Angkatan laut, yang sesungguhnya telah dirintis oleh Muawiyah sejak masa Umar. Tatkala ia akan melakukan penyerangan ke negeri Romawi melalui jalan laut kemudian pada masa Usman usahanya itu dilanjutkan dengan pembentukan Angkatan Musim Panas dan Musim Dingin. Maka semenjak ia resmi menjadi Khalifah Umayyah mulai diusahakan pembuatan kapal-kapal perang guna menangkis serangan Armada Byzantium serta keperluan sarana transportasi dalam usaha perluasan kekuasaan Islam ke daerah-daerah lain. Waktu itu Armada Laut Dinasti Umayyah mencapai di Raudah. Adapun Organisasi Kepolisian pada mulanya merupakan bagian dari Organisasi Kehakiman. Tetapi kemudian bersifat independen, pada masa Hisyam ibn Abd Malik, di dalam organisasi kepolisian dibentuk Nidham al-Ahdas (Brigade Mobil) yang bertugas hampir serupa dengan tugas-tugas tentara.

Perlu dikemukakan bahwa sejalan dengan keberhasilan dalam bidang politik dan kekuasaan tersebut di atas, maka Dinasti Bani Umayyah telah mencatat keberhasilan dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan sebagaimana akan dikemukakan pada Bab berikutnya (BAB II).



[1] (Philip K. Hitti, 2005: 280).

Materi Berikutnya >> NEXT

Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI


Tidak ada komentar