Header Ads

Buku SKI

Kesulitan-kesulitan yang Dihadapi Nabi Muhammad ﷺ di Makkah

Semenjak Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya melakukan dakwah secara terang-terangan, semakin banyak penduduk Mekah yang memeluk agama Islam. Namun, banyak juga penduduk Mekah yang tetap membenci beliau. Mereka tidak menginginkan adanya agama baru dan kepercayaan baru yang tumbuh subur di kota Mekah, yang hanya menimbulkan saingan kepercayaan lama yang secara turun-temurun mereka percayai. Karena itu, mereka terus berusaha menghalangi kegiatan dakwahnya dan para pengikutnya, antara lain dengan cara:

1. Penganiayaan dan Penyiksaan

Kafir Quraisy melakukan penganiayaan, baik kepada beliau sendiri maupun para sahabatnya. Setidaknya ada dua tujuan utama dari penganiayaan yang mereka lakukan, yaitu: pertama, menghambat dakwah Islam. Mereka berharap bahwa dengan melakukan penganiayaan, Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya tidak akan lagi menyebarkan ajaran agama Islam di Mekah; kedua, agar beliau dan para pengikutnya meninggalkan agama Islam dan kembali kepada kepercayaan lama yang dianut oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun.

Salah satu penganiayaan kepada Nabi Muhammad saw. dilakukan oleh Abu Jahal, ketika beliau sedang melakukan salat di dekat Kabah, waktu itu dia membawa batu besar yang hendak dijatuhkan ke kepala beliau pada saat bersujud. Namun, pada saat bersamaan tiba-tiba Abu Jahal melihat seekor unta besar menerjang ke arahnya. Abu Jahal akhirnya lari ketakutan dan usaha pembunuhan itu pun gagal. Secara perlahan tetapi pasti, dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. mendapat sambutan hangat dari penduduk Mekah. Pengikut Islam pada saat itu berjumlah sekitar 182 orang. Kebanyakan di antara para pengikut pertama Islam adalah orang-orang lemah, miskin dan para budak. Dalam pandangan Islam, semua manusia sama derajatnya di sisi Allah kecuali karena takwanya.

Banyaknya orang lemah dan miskin yang masuk Islam, menjadikan kaum kafir Quraisy sering melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap mereka, dengan tujuan untuk menakut-nakuti dan mencegah berkembangnya agama Islam secara lebih luas. Di antara para budak yang disiksa adalah Bilal bin Rabah. Bilal adalah budak Umayyah bin Khalaf. Sebagai tokoh kaum Quraisy Mekah yang terkemuka, Umayyah merasa malu kalau salah seorang budaknya memeluk agama Islam. Oleh karena itu, dia menyuruh Bilal untuk meninggalkan agama barunya. Namun Bilal menolak perintah tersebut, dan dia tetap gigih memeluk agama Islam.

Sikap Bilal yang demikian menyebabkan Umayyah sangat marah, dan langsung melakukan penyiksaan kepada Bilal dengan siksaan yang amat keji. Bilal diikat dengan tali dan diseret di sepanjang jalan. Tidak berhenti sampai di situ, tubuh Bilal juga dihimpit dengan batu besar dan dijemur di terik matahari. Bilal dipaksa untuk meninggalkan agama Islam dan diperintah untuk kembali menyembah berhala. Namun, Bilal menolaknya. Pada saat Bilal sudah kritis, datanglah Abu Bakar dan menebus dengan uang serta membebaskan Bilal dari siksaan orang-orang kafir Quraisy. Bilal inilah yang di kemudian hari menjadi mu'azin pertama dalam Islam.

Selain Bilal bin Rabah, sahabat Nabi saw. lainnya yang mendapat siksaan dari orang kafir Quraisy adalah Sumayyah, ibu Ammar bin Yasir beserta seluruh keluarganya. Mereka disiksa oleh majikannya sendiri yaitu Abu Jahal. Sumayyah disiksa dan akhirnya dibunuh oleh Abu Jahal. Sedangkan Ammar, dadanya dihimpit dengan batu yang sangat panas dan sebagian tubuhnya dibenamkan ke dalam pasir yang panas pula. Keluarganya yang lain pun disiksa dengan siksaan yang sangat menyakitkan.

Selain peristiwa di atas, masih banyak lagi penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan terhadap Nabi Muhammad saw. Namun, usaha tersebut tetap saja gagal. Setelah itu, mereka menempuh jalan yang lebih halus untuk membujuk Nabi saw..

Satu hal yang patut dicatat dalam hal ini adalah bahwa selama berdakwah di Mekah, paman beliau Abu Thalib sangat berperan dalam menjaga dan melindungi beliau dari tekanan, gangguan, dan penganiayaan kaum kafir Quraisy. Abu Thalib sering mengundang keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk senantiasa menjaga dan melindunginya dari orang-orang Quraisy.

2. Bujukan dan Rayuan

Tidak puas dengan penganiayaan, orang-orang kafir Quraisy melakukan cara-cara diplomatis untuk menghentikan dakwah beliau, yaitu membujuk dan merayu Abu Thalib agar menekan dan menyuruh Nabi Muhammad saw. menghentikan dakwahnya. Di samping itu, mereka juga melakukan cara-cara barter atau menukar beliau dengan anak muda tampan bernama Amrah bin Walid. Mereka menginginkan Abu Thalib menyerahkan beliau untuk dibunuh, dan menyerahkan Amrah sebagai penggantinya. Secara spontan Abu Thalib sangat marah dengan tawaran tersebut dan berkata, "Kamu serahkan anakmu untuk aku pelihara, sedangkan anakku kalian bunuh begitu saja. Pergilah dari sini, aku tidak sudi menyerahkannya." Peristiwa ini semakin menumbuhkan rasa sayang Abu Thalib kepada Nabi Muhammad saw.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah berkata kepada pamannya, Abu Thalib, "Wahai pamanku, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku berhenti berdakwah, pasti aku tidak akan menghentikan dakwahku sampai Allah memberiku kemenangan atau aku binasa dalam berjuang."

3. Harta, Tahta, dan Wanita

Cara halus yang dilakukan kafir Quraisy adalah dengan mengutus Utbah bin Rabi`ah agar berbicara secara baik-baik kepada Nabi Muhammad saw. Utbah bin Rabi`ah berkata, "Wahai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakannya untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi seorang raja, dan bila kamu menginginkan seorang wanita cantik, saya sanggup mencarikannya, dengan syarat kamu mau menghentikan dakwahmu." Namun, dengan tegas tapi ramah dan halus, beliau tetap menolak tawaran-tawaran tersebut.

4. Melakukan Penyembahan Secara Bergantian

Cara lain yang dipergunakan kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Islam adalah menawarkan melakukan penyembahan secara bergantian. Pihak kafir Quraisy menawarkan agar Muhammad menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun, sebaliknya mereka akan menyembah Tuhan Muhammad selama setahun. Kafir Quraisy meminta Nabi Muhammad saw. agar beriman kepada berhala-berhala mereka, sebaliknya mereka akan beriman kepada Tuhan Muhammad.

Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad saw. bertawaf di Ka`bah, beliau ditemui oleh beberapa pemuka Quraisy (Al-Aswad bin Al-Muthalib, Al-Walid bin Al-Mughirah, Umayyah bin Khalaf, dan Al-Ash bin Wail), kemudian mereka berkata, "Wahai Muhammad marilah kita bersepakat kami akan menyembah apa yang kamu sembah, dan sebaliknya kamu harus menyembah apa yang kami sembah, dengan cara itu berarti kita telah melakukan kerja sama yang baik. Dengan kejadian ini turunlah ayat: "Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS Al-Kafiran: 1-6).

5. Pemboikotan dan Embargo Ekonomi

Siksaan, penganiayaan, caci-maki, dan berbagai cara apa pun yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy untuk menghalangi dakwah Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya, tidak menyebabkan beliau dan para sahabat jera dan berhenti untuk menyebarkan ajaran Islam. Sebaliknya, beliau semakin gigih dalam berjuang menegakkan ajaran Islam. Semua bentuk rintangan tersebut dihadapi dengan sabar dan tawakal serta memohon pertolongan hanya kepada Allah semata. Mereka menganggap semua yang dilakukan kafir Quraisy adalah cobaan dan ujian dari Yang Mahakuasa. Sebab, Allah swt. tidak akan memberi cobaan dan ujian kepada para hamba-Nya kecuali mereka bisa mencari jalan keluar terbaik.

Setelah berbagai cara yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekah untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad saw. tidak membuahkan hasil, maka mereka melakukan sangsi ekonomi terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib serta umat Islam di Mekah. Butir-butir sangsi ekonomi diletakkan di dinding Ka`bah yang bunyinya sebagai berikut:
  • Tidak boleh melakukan jual beli dengan pihak muslim.
  • Tidak boleh menikah dan menerima permintaan nikah mereka. 
  • Tidak boleh menjenguk, menemani, atau masuk rumah mereka.
  • Tidak boleh berbicara atau bergaul dengan mereka
  • Tidak boleh menerima permintaan damai mereka atau belas kasih kepada mereka.
Piagam pemboikotan tersebut ditulis dan ditempelkan pada salah satu sudut Ka`bah sebagai peringatan bagi penduduk Mekah. Boikot ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu mulai bulan Muharram tahun ketujuh sampai bulan Muharram tahun kesepuluh kenabian. Menurut kafir Quraisy, dengan strategi politik seperti ini, diharapkan akan membuahkan hasil yang maksimal dan lebih efektif dibandingkaan melakukan politik kekerasan dan penyiksaan, walaupun kekerasan dan penyiksaan itu tidak mereka hentikan. Sangsi ekonomi dan blokade-blokade yang dilakukan kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin, terutama Bani Hasyim dan Bani Muthalib sudah berjalan selama dua atau tiga tahun, dengan harapan bahwa Nabi Muhammad saw. akan ditinggalkan oleh umatnya sendiri, dan pada akhirnya nanti dia dan ajarannya tidak membahayakan kepercayaan lama meraka. Namun, harapan dan impian kaum kafir Quraisy ternyata tidak berhasil. Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya tetap sabar dan tetap menjalankan dakwah Islam.

Penderitaan yang dialami umat Islam selama pemboikotan memang sangat memilukan, padahal mereka adalah masih ada hubungan keluarga, seperti saudara, ipar, dan sepupu. Belum ada satu penduduk pun yang bersimpati kepada kaum Muslimin dengan membawakan makanan ke celah-celah gunung. Kemudian datanglah Hisyam ibn 'Amr dari kalangan Quraisy yang bersimpati kepada Muslimin. Pada waktu tengah malam, ia membawa unta yang sudah dimuati makanan dan gandum. Ketika ia sampai di celah gunung, dilepaskan tali untanya lalu dipacunya agar masuk ke tempat mereka dalam celah itu.

Hisyam ibn Amr sangat kesal melihat saudara-saudaranya diisolir di pegunungan, lalu ia pergi menemui Zuhair bin Abi Umayyah dari Bani Makhzum, ibu Zuhair adalah Atikah binti Abdul Muthalib dari Bani Hasyim. Hisyam berkata kepada Zuhair, "Kau sudi menikmati makanan, pakaian dan para wanita, padahal, keluarga ibumu tidak boleh berhubungan dengan orang, berjual beli, tidak boleh saling mengawinkan. Aku bersumpah, kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibu, keluarga Abul Hakam ibn Hisyam, lalu aku diajak seperti mengajak engkau, tentu akan kutolak." Kemudian, keduanya sepakat untuk membatalkan piagam pemboikotan itu. Keduanya melakukan komunikasi dengan pihak-pihak lain untuk minta dukungan, dan dukungan diberikan oleh Mut'im ibn 'Adi dari Bani Naufal, Abul Bakhtari ibn Hisyam dan Zam'a ibn Aswad (keduanya dari Bani Asad).

Keesokan harinya, setelah tujuh kali mengelilingi Ka`bah, Zuhair berseru kepada orang banyak, "Wahai penduduk Mekah! Kamu enak-enakan makan dan berpakaian padahal Bani Hasyim dalam keadaan tersiksa tidak dapat berhubungan dagang! Demi Allah saya tidak akan duduk sebelum piagam .

pemboikotan ini dirobek!" Spontan saja ketika Abu Jahal mendengar ucapan tersebut berkata, "Bohong, piagam itu tidak akan kita robek!" Saat itu juga Zam'a, Abul Bakhtari, Mut'im dan 'Amr ibn Hisyam mendustakan Abu Jahal dan mendukung Zuhair. Karena tidak mendapat dukungan, Abu Jahal segera pergi. Ketika Mut'im hendak merobek piagam pemboikotan, dilihatnya sudah mulai dimakan rayap, kecuali pada bagian pembukaannya yang berbunyi: "Atas nama-Mu ya Allah..."

Sesudah piagam dirobek oleh Mut'im, Nabi Muhammad saw. dan umat Islam keluar dari celah-celah pegunungan. Beliau menyeru dan berdakwah lagi kepada penduduk Mekah dan para kabilah yang datang pada bulan-bulan suci untuk berziarah ke Mekah. Pada saat ini, ajaran Islam telah menyebar ke seluruh kabilah Arab, karena memang telah banyak di antara mereka yang memeluk Islam, akan tetapi tetap saja kaum kafir Quraisy mencemooh, menganiaya, dan menyiksa khususnya kepada pemeluk Islam yang lemah.

Perasaan senang yang dirasakan umat Islam atas berakhirnya pemboikotan orang-orang Quraisy tidak berlangsung lama. Enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan, tepatnya pada bulan Rajab tahun ke-10 kenabian Abu Thalib wafat, dan beberapa hari sesudahnya wafat pula istri Nabi Muhammad saw. yaitu Siti Khadijah. Beliau sangat sedih dengan wafatnya kedua orang tersebut, karena Abu Thalib ibarat tempat bersandar beliau dari gangguan kafir Quraisy dan Siti Khadijah adalah istri yang selalu memberi dukungan moril maupun materiil atas kegiatan dakwah beliau. Tahun ini kemudian disebut sebagai tahun kesedihan (Amul Huzni). Namun, kesedihan tersebut tidak menghalangi berlangsungnya dakwah Islam, beliau tetap dan terus berdakwah dengan mengharap rida dan pertolongan Allah swt. Setelah meninggalnya Khadijah (bulan Syawwal), Nabi Muhammad saw. menikah dengan Saudah binti Zam`ah, bekas istri Sakran ibn Amr yang masuk Islam dan ikut berhijrah ke Abessinia dan wafat di sana. Pada bulan yang sama, beliau mengikat Aisyah binti Abu Bakar dalam akad pernikahan, dan baru berkumpul setelah hijrah ke Madinah.

Sepeninggal Abu Thalib dan Khadijah, kaum kafir Quraisy semakin leluasa mengancam dan menganiaya Nabi Muhammad saw. dan pengikutnya. Salah satu contoh perlakuan semena-mena kepada Nabi Muhammad saw. antara lain adalah ketika seorang Quraisy mencegatnya di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepalanya. Nabi Muhammad saw. pulang ke rumah dengan tanah yang masih di atas kepala. Fatimah putrinya, sambil menangis, datang membersihkan tanah yang ada di kepala beliau. Melihat Fatimah menangis, beliau berkata, "Jangan menangis anakku, Tuhan akan melindungi ayahmu."

Materi Berikutnya >> NEXT
Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI

Tidak ada komentar