Faktor-faktor Keberhasilan Fathul Makkah
Fathu Makkah adalah peristiwa pembebasan
kota Mekah oleh kaum Muslimin. Kaum Muslim datang dengan 10.000 pasukan untuk
menduduki Mekah. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 8 H/629 M. Menurut
sejarawan Ibnu Ishak. Fathu Makkah dipicu oleh pengkhianatan kaum kafir Quraisy
terhadap perjanjian Hudaibiyah.
Ibnu Ishak mengemukakan, terjadi
perselisihan antara Bani Khuza‘ah dengan Bani Bakar, permusuhan tersebut reda
setelah ada perjanjian Hudaibiyah. Dalam perjanjian itu, disebutkan keduanya
mengadakan perdamaian dan tidak saling menyerang, keduanya juga boleh bebas
memilih sekutunya. Bani Khuza‘ah bergabung dengan Nabi Muhammad saw. dan Bani
Bakar ke kafir Quraisy. Namun demikian, Bani Bakar melanggar perjanjian ini,
dengan bantuan kafir Quraisy menyerang Bani Khuza‘ah. Dengan demikian, Bani
Bakar melanggar perjanjian Hudaibiyah.
Pada saat itulah, Bani Khuza‘ah meminta
bantuan kepada Rasulullah saw. Beliau menyiapkan 10.0000 pasukan guna membantu
Bani Khuza‘ah. Mendengar berita ini, kafir Quraisy mengutus Abu Sufyan ke
Madinah, dengan maksud supaya persetujuan itu diperkuat kembali dan
diperpanjang waktunya. Perjanjian tersebut sudah berlaku selama dua tahun. Kaum
Quraisy menginginkan agar perjanjian tersebut diperpanjang 10 tahun. Abu
Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan sebagai orang yang bijaksana di kalangan
mereka kini berangkat menuju Madinah. Abu Sufyan menuju ke rumah putrinya, Ummu
Habibah, istri Nabi saw., Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan
Fatimah. Ia mengemukakan maksud kedatangannya dan minta mereka untuk menjadi
perantara dialog dengan Rasul saw. Tetapi semua mengatakan bahwa tak ada orang
yang dapat mempengaruhi sesuatu yang telah menjadi keputusan Rasul saw. Abu
Sufyan lalu pergi ke masjid dan di sana ia mengumumkan bahwa ia sudah meminta
perlindungan khalayak ramai. Kemudian ia menaiki untanya dan berangkat pulang
ke Mekah dengan tanpa membawa hasil apa pun. Abu Sufyan kembali ke Mekah,
melaporkan kepada masyarakatnya segala yang dialaminya selama di Madinah serta
perlindungan Yang dimintanya dari masyarakat umum atas saran Ali, dan bahwa
Muhammad belum memberikan persetujuan.
Sebaliknya Rasulullah saw. mempersiapkan
kaum Muslimin berjumlah 10.000 orang untuk merebut kota Mekah. Beliau percaya
pada kekuatan sendiri dan pada pertolongan Tuhan kepadanya. Dengan menyerang
secara tiba-tiba, diharapkan kafir Quraisy tidak sempat mengadakan perlawanan
dan dengan demikian mereka menyerah tanpa pertumpahan darah. Rasulullah juga
berdoa kepada Allah swt., mudah-mudahan kaum Quraisy tidak mengetahui berita
perjalanan kaum Muslimin. Selanjutnya pasukan kaum Muslimin sudah mulai
bergerak dari Madinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta
menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Pasukan ini bergerak dalam jumlah yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Mereka terdiri dari kabilah-kabilah Sulaim,
Muzainah, Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik kepada
Muhajirin atau pun kepada Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan
mengenakan pakaian besi. Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah
mengadakan gerak cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut
bergabung, yang berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan juga. Mereka
semua berangkat dengan hati yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan Allah
mereka akan mendapat kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Rasulullah dengan
pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa akan ada
pertumpahan darah sedikit pun.
Sementara kaum Quraisy tidak mengetahui
hal ini. Mereka masih berbeda pendapat, bagaimana cara menghadapi serangan
Muhammad. Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi meninggalkan mereka dalam
perdebatan dan berangkat menemui Nabi Muhammad saw. di Juhfah. Abbas cemas
dengan kekuatan pasukan Islam. Meski beliau sudah masuk Islam, namun ia tetap
khawatir akan adanya bencana yang akan menimpa Mekah jika kekuatan pasukan yang
belum pernah ada bandingannya di seluruh Jazirah Arab itu kelak menyerbu Mekah.
Pihak Quraisy sudah mulai merasakan adanya bahaya yang sedang mendekati mereka.
Mereka mengutus Abu Sufyan bin Harb, Budail bin Warqa’ dan Hakim bin Hizam
(masih kerabat Khadijah) untuk menyelidiki seberapa jauh bahaya yang mungkin
mengancam mereka.
Sementara Abbas sedang di atas tandu
Nabi saw. yang putih itu, tiba-tiba ia mendengar ada percakapan antara Abu
Sufyan dengan Budail. Abbas yang telah mengenal suara Abu Sufyan, berkata,
“Rasulullah berada di tengah-tengah rombongan itu. Apa yang akan menimpa kaum
Quraisy jika mereka memasuki Mekah dengan kekerasan.” “Apa yang harus kita
perbuat?” Jawab Abu Sufyan dengan gusar. Abbas menaikkan Abu Sufyan di belakang
tandu untanya dan diajak berangkat bersama-sama, sedang kedua temannya disuruh
kembali ke Mekah. Dengan tanpa halangan, tandu itu sampai di depan api unggun
Umar bin Khattab, kemudian Umar pergi ke kemah Nabi saw. dan meminta izin untuk
memancung kepala Abu Sufyan, musuh bebuyutan Islam dan kaum muslimin. Saat itu
Abbas yang sudah berada di depan Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah. Saya
sudah melindunginya.” Menghadapi situasi seperti ini pada waktu sudah larut malam
juga, dan perdebatan yang seru antara Umar dan Abbas, Nabi saw. berkata,
“Bawalah dia dulu ke tempatmu, Abbas. Pagi-pagi besok bawa kemari.” Keesokan
harinya Abu Sufyan sudah dibawa lagi menghadap Nabi saw. dan disaksikan oleh
pembesar-pembesar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Nabi saw. berkata,
“Bukankah sudah tiba waktunya sekarang engkau harus mengetahui, bahwa tidak ada
tuhan selain Allah!?” Abu Sufyan menjawab, “Demi ibu-bapakku! Sungguh bijaksana
engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga! Aku
memang sudah menduga, bahwa tidak ada tuhan selain Allah, itu sudah mencukupi
segalanya.” Nabi saw. menjawab, “Bukankah sudah tiba waktunya engkau harus
mengetahui, bahwa aku Rasulullah?” Abu Sufyan menjawab, “Demi ibu-bapakku! Sungguh
bijaksana engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
Tetapi mengenai hal ini, sungguh sampai sekarang masih ada sesuatu dalam
hatiku." Kemudian Abbas meminta Abu Sufyan agar ia mau menerima Islam dan
bersaksi bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya.
Akhirnya Abu Sufyan masuk Islam.
Atas saran Abbas, Rasulullah saw.
membuat sebuah aturan. “Siapa datang ke rumah Abu Sufyan, orang itu selamat,
dan siapa menutup pintu rumahnya, orang itu selamat dan siapa masuk ke dalam
masjid orang itu juga selamat." Dari kisah tersebut kaum Muslimin dan
seluruh manusia bersaksi betapa cermat dan pandainya Nabi Muhammad saw. dapat
menguasai suatu peperangan terbesar dalam sejarah Islam tanpa pertempuran dan
tanpa pertumpahan darah. Islamnya Abu Sufyan tidak akan mengurangi kewaspadaan
dan kesiap-siagaan Nabi Muhammad saw. dalam menyiapkan diri hendak memasuki
Mekah.
Setelah melihat kekuatan kaum Muslimin,
Abu Sufyan dibebaskan pergi menemui golongannya dan dengan suara keras ia
berteriak kepada mereka, “Saudara-saudara Quraisy! Muhammad sekarang datang
dengan kekuatan yang takkan dapat kamu lawan. Tetapi bagi siapa yang datang ke
rumah Abu Sufyan orang itu selamat, siapa menutup pintu rumahnya, orang itu
selamat dan siapa masuk ke dalam masjid orang itu juga selamat!” Nabi Muhammad
saw. sudah berangkat bersama pasukannya sampai ke Dhu Tuwa. Setelah dilihatnya
dari tempat itu tak ada perlawanan dari pihak Mekah, pasukannya dihentikan.
Beliau membungkuk menyatakan rasa syukur kepada Allah swt., yang telah
membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu kepadanya dan kepada
kaum Muslimin, sehingga mereka dapat masuk dengan perasaan aman dan tenteram.
Nabi Muhammad saw. merasa bersyukur kepada Allah swt. karena pintu Mekah kini
telah terbuka. Tetapi sungguh pun demikian ia tetap selalu waspada dan
berhati-hati. Beliau memerintahkan pasukannya supaya dipecah menjadi empat
bagian, dan jangan sampai melakukan pertempuran, serta jangan sampai meneteskan
darah, kecuali jika sangat terpaksa sekali.
Saat itu Zubair bin Awwam memimpin
pasukan pada sayap kiri dan memasuki Mekah dari sebelah utara. Khalid bin Walid
berada pada posisi sayap kanan dan diperintahkan supaya memasuki Mekah dari
jurusan bawah. Sa'ad bin Ubadah yang memimpin orang Madinah supaya memasuki
Mekah dari sebelah barat, sedang Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ditempatkan ke dalam
barisan Muhajirin dan bersama-sama memasuki Mekah dari bagian atas, di kaki
Gunung Hind. Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak Mekah tidak ada
perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin Walid yang mendapatkan perlawanan dari
mereka yang tinggal di daerah bagian bawah Mekah. Mereka terdiri dari
orang-orang Quraisy yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw. dan yang ikut
serta dengan Bani Bakar melanggar Perjanjian Hudaibiyah dengan mengadakan
serangan terhadap Khuza‘ah.
Ketika pasukan Khalid datang, mereka
menghujaninya dengan serangan Panah, tetapi dengan cepat Khalid berhasil
mencerai-beraikan mereka walaupun ada dua anggota pasukannya tewas karena
mereka ini ternyata sesat jalan dan terpisah dari induk pasukannya. Kaum kafir
Quraisy kehilangan sekitar 13 sampai 28 orang. Melihat malapetaka yang sekarang
sedang menimpa mereka, Shafwan, Suhail dan Ikrimah cepat-cepat melarikan diri, dengan
meninggalkan orang-orang yang tadinya mereka kerahkan mengadakan perlawanan
menghadapi kekuatan dan pukulan Khalid yang heroik itu. Selanjutnya Nabi
Muhammad saw. berhenti di hulu kota Mekah, di hadapan Bukit Hind. Di tempat
itu, beliau membangun sebuah kubah (kemah lengkung), tidak jauh dari makam Abu
Thalib dan Khadijah. Kemudian beliau masuk ke dalam kemah lengkung itu, lalu
beristirahat dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah swt., karena telah
kembali dengan terhormat, dengan membawa kemenangan ke dalam kota, di kota itu
beliau telah mengalami gangguan, siksaan, bahkan pengusiran yang dilakukan oleh
kaum kafir Quraisy. Saat itu juga Rasulullah merasa tugasnya sebagai komandan
sudah selesai. Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera keluar lagi.
Beliau menaiki untanya Al-Qashwa, dan pergi meneruskan perjalanan ke Ka'bah,
bertawaf di Ka‘bah tujuh kali dan menyentuh sudut (hajar aswad) dengan sebatang
tongkat di tangan. Selesai melakukan tawaf, beliau memanggil Utsman bin Thalhah
dan pintu Ka‘bah dibuka. Sekarang Nabi Muhammad saw. berdiri di depan pintu,
orang pun mulai berbondong-bondong. Ia berkhutbah di hadapan umat Islam serta
membacakan firman Allah swt.: “Wahai manusia! sungguh, Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat: 13). Kemudian
beliau bertanya kepada mereka, “Wahai orang-orang Quraisy!, menurut pendapat
kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?” “Yang baik-baik, saudara
yang pemurah, sepupu yang pemurah,” jawab mereka. “Pergilah kamu sekalian. Kamu
sekarang sudah bebas!” kata beliau.
Dengan ucapan itu maka kepada orang
Quraisy dan seluruh penduduk Makkah telah diberikan ampunan. Alangkah indahnya
pengampunan itu dikala ia mampu! Alangkah besarnya jiwa beliau, jiwa yang telah
melampaui segala jiwa besar, melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati!
Jiwa yang telah dapat menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai segala
yang di atas kemampuan insani! Hal ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw.,
bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan
permusuhan di kalangan umat manusia. Dia bukan seorang tiran, bukan mau
menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi keringanan
kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia memberi
pengampunan. Dengan itu, kepada seluruh dunia dan semua generasi beliau telah
memberi teladan tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang
kebebasan jiwa yang belum pernah dicapai oleh siapa pun!
Namun demikian, ada sekitar 17 orang
dikecualikan dari pengampunannya. Sejak beliau memasuki Mekah, sudah
mengeluarkan perintah agar mereka itu, golongan laki-lakinya dibunuh, meskipun
mereka sudah berlindung ke tirai Ka‘bah. Di antara mereka itu ada yang
bersembunyi dan ada pula yang sudah lari. Keputusan Nabi Muhammad saw. supaya
mereka dibunuh bukan didorong oleh rasa dengki atau karena marah kepada mereka,
melainkan karena kejahatan-kejahatan besar yang mereka lakukan. Beliau tidak
pernah mengenal rasa dengki. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Abi
Sharah, orang yang dulu sudah masuk Islam dan menuliskan wahyu, kemudian
berbalik murtad menjadi musyrik di pihak Quraisy. Dia menggembar-gemborkan
bahwa dia telah memalsukan wahyu itu waktu ia menuliskannya. Juga Abdullah bin
Khatal, yang dulu sudah masuk Islam kemudian membunuh salah seorang bekas
budak. Ia berbalik menjadi musyrik dan menyuruh kedua budaknya, Fartanah dan
temannya, menyanyi-nyanyi mengejek Nabi Muhammad saw. Di samping itu Ikrimah
bin Abu Jahal, orang yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslimin
dan sampai waktu Khalid bin Walid datang memasuki Mekah dari arah bawah itu pun
tiada henti-hentinya mengadakan permusuhan. Ketika itu Abu Bakar datang membawa
ayahnya yang saat itu belum memeluk Islam ke hadapan Nabi, Nabi Muhammad saw.
berkata, “Kenapa orang tua ini tidak tinggal saja di rumah, biar saya yang
datang ke sana.” “Rasulullah,” kata Abu Bakar, “Sudah pada tempatnya dia yang
datang kepadamu daripada engkau yang mendatanginya." Nabi mempersilahkan
orang tua itu duduk dan dielus-elusnya dadanya, kemudian katanya, “Sudilah
menerima Islam.” Kemudian ia menyatakan diri masuk Islam dan menjadi orang
Islam yang baik.
Faktor-faktor keberhasilan Nabi Muhammad
saw. pada peristiwa Fathu Makkah tidak terlepas dari perasaan seiman seagama
(Islam) yang sudah terlebih dahulu dibina oleh beliau. Umat Islam bersatu dalam
satu kalimat tauhid, hanya kepada Allah berserah diri, maka dengan kekuatan
yang ada pada waktu itu dengan 10.000 pasukan berkeyakinan dapat menaklukkan
kota Mekah. Di samping itu, persaudaraan Muhajirin dan Anshar yang sudah
semakin mapan karena telah dibina oleh Nabi Muhammad saw. selama keduanya
tinggal di Madinah, sehingga semakin memperkokoh persatuan. Di samping itu,
beliau melakukan diplomasi dengan memamerkan 10.000 pasukan kepada tokoh Mekah,
Abu Sufyan juga turut andil membuat penduduk kafir Quraisy Mekah merasa
ketakutan karena harus menghadapi bala tentara yang sangat banyak dan belum
pernah ada sebelumnya. Nabi Muhammad saw. juga melakukan cara persuasif, walau
dapat dipastikan menang, tetapi beliau tetap menyanjung tokoh Quraisy Mekah,
Abu Sufyan, dengan mengampuni setiap penduduk Mekah yang ingin selamat dan aman
maka harus masuk ke rumah Abu Sufyan. Perlu diketahui bahwa Abu Sufyan sangat
gila kehormatan, dengan cara seperti itu, maka para penduduk Mekah
berduyun-duyun masuk agama Islam, seperti tokohnya Abu Sufyan yang juga masuk
Islam menjelang Fathu Makkah.
Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI
Post a Comment