Pusat-pusat Peradaban Dinasti Bani Umayyah di Damaskus
Selama masa kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah di Damaskus, dua kota Hijaz (Mekah dan Madinah) menjadi
pusat perkembangan puisi, lagu dan musik. Sedangkan kota kembar di Irak (Basrah
dan Kufah) menjadi pusat kegiatan intelektual Islam. Pada mulanya, Basrah dan
Kufah menjadi pusat-pusat militer era Umar bin Khattab pada tahun 17/638. Kufah
juga bekas pusat pemerintahan Ali bin Abi Thalib, dibangun dekat dengan
reruntuhan kerajaan Babilonia kuno. Karena lokasinya yang strategis, serta
diuntungkan oleh kegiatan perdagangan dan migrasi, kota-kota di sekitarnya pun
tumbuh menjadi kota kaya dan padat penduduk dengan jumlah sekitar 100.000 jiwa.
Kota Bashrah, yang menjadi pusat pemerintahan Khurasan pada masa Dinasti Bani
Umayyah, berpenduduk sekitar 300.000, dengan 120.000 kanal pada tahun 50/670.
Tulisan Al-Quran diatas kertas di era Umayyah di Damaskus |
Di perbatasan Persia, kajian
tentang bahasa dan tata bahasa Arab terutama dilakukan oleh dan untuk para
muallaf. Karena Dinasti Bani Umayyah bersifat Arabian sentris, maka motivasi
awal belajar bahasa Arab adalah untuk memenuhi kebutuhan bahasa para pemeluk
Islam baru yang ingin mengkaji Al-Qur'an, menduduki posisi di pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah, dan bisa berinteraksi dengan penduduk baru. Di samping
itu, terdapat kesenjangan antara bahasa Al-Qur'an fushah dengan bahasa
percakapan sehari-hari karena telah bercampur dengan bahasa Syriah, Persia, dan
bahasa lainnya, hal ini juga menyebabkan adanya keinginan mengkaji bahasa Arab.
Ilmuwan yang mulamula mengkaji bahasa Arab adalah Abu al-Aswad ad-Du'ali (w.
688) berasal dari Baghdad.
Khalifah Ali bin Abi
Thalib adalah orang pertama yang memberikan dasar-dasar ilmu bahasa Arab yang
meliputi, tiga pola bentukan kata benda, kata kerja, dan imbuhan, dan minta
kepada ad-Du'ali untuk menyusun penjelasan lengkap dari ketiga prinsip
tersebut. Ad-Du'ali berhasil menyelesaikan tugas dari Khalifah Ali. Meski
lambat, tetapi kajian tata bahasa Arab terus berkembang sampai munculnya
al-Khalil ibn Ahmad (w. 786). seorang ulama Basrah, orang pertama yang menyusun
kamus bahasa Arab berjudul "Kitab al-Ayn,” dilanjutkan oleh muridnya bernama
Sybawaih (w. 793), orang Persia, yang
menyusun buku berjudul “al-Kitab". Kedua karya tersebut sampai sekarang
menjadi landasan penting bagi kajian tata bahasa Arab (Philip K. Hitti. 2005:
302).
Kajian bahasa dan tata
bahasa Arab merupakan langkah yang Sangat penting guna mempelajari dan memahami
Al-Qur'an yang berbahasa Arab. Pada giliran berikutnya, kajian Al-Qur'an dan
penafsirannya telah melahirkan ilmu filologi dan leksikografi, dan juga kajian
ilmu hadis. Al-Qur'an dan Hadis merupakan dasar bagi pembentukan ajaran-ajaran
teologi dan hukum Islam (fiqh). Ahli hadis dan fiqh yang terkenal pada masa
Dinasti Bani Umayyah adalah al-Hasan al-Bashri (21-110 H) dan Ibn Shihab
az-Zuhri. Al-Bashri sangat dihormati di kalangan ulama pada zamannya, dia
sangat mengenal secara pribadi 70 sahabat yang ikut Perang Badar. Kebanyakan
aliran teologi dan sekte keagamaan dalam Islam mengaitkan dengan al-Hasan
al-Bashri. Kaum Sunni selalu mengutip ungkapan spiritual al-Bashri, kaum sufi
juga merasakan pengaruh kesalehannya, bahkan kaum sempalan Mu‘tazilah
menganggapnya sebagai penghulu mereka. Tidak heran jika penduduk Basrah
mengiringi jasadnya ketika beliau wafat ke pemakaman pada hari Jum'at 10
Oktober 728; pada hari itu, masyarakat hadir dan melakukan salat asar, kemudian
salat jenazah untuk al-Bashri, suatu peristiwa yang jarang terjadi sebelumnya
(Philip K Hitti, 2005: 303).
Kota Kufah, yang
dihuni para pendukung Ali juga memberi kontribusi pada perkembangan intelektual
Islam. Sahabat Nabi Saw. yang dipandang sebagai ahli di bidang hadis pada masa
Umar dan Usman adalah Abdullah ibn Mas‘ud (w. 653). Ia telah meriwayatkan 848 hadis
Setiap meriwayatkan hadis, beliau gemetar dan berkeringat karena kehati-hatian
nya dan khawatir apa yang di riwayatkannya tidak benar. Generasi sesudah Ibn
Mas‘ud adalah Amir ibn Syarahil as-Sya‘bi (w. 728), ia meriwayatkan hadis dari
sekitar 150 sahabat, dan semua hadis yang diriwayatkannya dihafal di luar
kepala. Secara umum, para ulama menilai as-Sya‘bi sangat positif. Murid
as-Sya‘bi yang terkenal adalah Abu Hanifah. Kemudian aktivitas intelektual di
dua kota Basrah dan Kufah mencapai puncak keemasannya pada masa Dinasti Bani
Abbasiyah.
Materi Berikutnya >> NEXT
Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI
Materi Berikutnya >> NEXT
Menu Utama Klik >> DAFTAR ISI
Post a Comment