Kebijakan dan Prestasi Khalifah Abu Bakar As-Siddiq
Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar
mengambil langkah dan kebijakan strategis bagi kelangsungan kehidupan umat
Islam. Berikut ini beberapa kebijakan dan beberapa peristiwa penting semasa
beliau menjadi khalifah:
l. Memerangi Kaum Riddah
Ujian pertama yang harus dihadapi Abu Bakar
adalah banyaknya kabilah-kabilah Arab yang lari dan membelot dari ajaran agama
Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw. Mereka umumnya berasal dari daerah-daerah
yang jauh dari Madinah, seperti Yaman, Oman, Hadhramaut, Bahrain, dan Mahra.
Secara umum, mereka dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.
Orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam)
b.
Orang-orang yang tidak mau membayar zakat
c.
rang-orang yang mengaku sebagai nabi (nabi palsu)
Seiring dengan itu, langkah dan kebijakan
yang pertama kali diambil Abu Bakar adalah menyiapkan 11 (sebelas) pasukan.
Setiap kelompok pasukan, dipimpin oleh seorang panglima, masing-masing panglima
diserahi panji pasukan (al-liwa') dan selembar surat janji (al-'ahd). Surat
janji itu berisi amanat perang yang mengatur tata tertib dan disiplin
ketentaraan. Berikut ini nama-nama sebelas pasukan dengan panglimanya
masing-masing:
1. Pasukan Khalid bin Walid bertugas menghadapi Thulaihah bin
Khuwailid, dan Malik bin Nuwairah di Wilayah Al-Battah. Perlu diketahui bahwa
sebelum memeluk Islam, Thulaihah adalah seorang tukang sihir. Sepeninggal
Rasulullah saw., Thulaihah langsung mengangkat dirinya sebagai nabi dan
menuntut Abu Bakar untuk mengakui kenabiannya. Kontan Abu Bakar menolak. Sadar
bahwa Thulaihah telah menyiapkan pasukannya di perbatasan Madinah untuk
melakukan penyerangan, Abu Bakar bergegas menyiapkan pasukannya. Pasukan dibagi
tiga; sayap kanan dipimpin Nukman bin Muqarram, sayap kiri dipimpin Abdullah
bin Muqarram, dan pasukan cadangan langsung dipimpin olehnya. Menjelang fajar,
pertempuran terjadi. Pasukan musuh berhasil dikalahkan. Sementara itu,
Thulaihah dan sisa pasukannya menyelematkan diri dan memohon perlindungan ke
suku Ghatafan. Panglima Khalid bin Walid tidak mau tinggal diam. Dia terus
mengejar hingga pasukan Thulaihah yang dibantu oleh Ghatafan, Murra, dan Fezara
berhasil dihancurkan. Namun Thulaihah dan istrinya berhasil menyelamatkan diri
ke Syria. Dan dikabarkan bahwa dia akhirnya kembali memeluk agama Islam.
Demikian juga dengan orang-orang Ghatafan, Murra, dan Fezara, mereka akhirnya
kembali memeluk Islam.
2.
Pasukan Ikrimah bin Amr (anak Abu
Jahal) bertugas menghadapi Musailamah Al-Kadzdzab di wilayah Bani Hanifah
(Yamamah). Perlu di. ketahui bahwa Musailamah adalah tokoh cendekiawan dan
terpandang di lingkungan Bani Hanifah (Yamamah). Sepeninggal Rasulullah saw.,
dia memproklamirkan diri sebagai nabi dan rasul. Bahkan untuk memperkuat
pengaruhnya, dia menikahi Sajjah binti Al-Harits bin Suwaid bin Aqfan yang juga
mengaku sebagai nabi. Hasilnya, dia mempunyai pasukan hingga mencapai 40.000
tentara. Abu Bakar pun segera bertindak. Dikirimlah pasukan muslim di bawah
pimpinan Ikrimah bin Amr bin Hisyam dan pasukan cadangan di bawah pimpinan
Syurahbil bin Hasanah. Untuk memperkuat barisan, Abu Bakar memerintahkan Khalid
bin Walid untuk mengirim pasukannya guna mengepung Musailamah. Pertempuran
sengit terjadi, pasukan muslim hampir mengalami kekalahan. Namun, Khalid segera
menerapkan taktik jitu. Pasukan muslim ditarik mundur. Manakala pasukan musuh
mendekati bekas perkemahan pasukan muslim untuk mencari harta rampasan, pasukan
muslim balik menyerang. Musuh pun dapat dikalahkan. Musailamah dan sisa
pasukannya menyelamatkan diri ke Al-Hadikat. Pasukan Khalid terus mengejar
hingga pasukan Musailamah dapat dihancurkan. Musailamah sendiri tewas di tangan
Wahsyi. Setelah peristiwa itu, Bani Hanifah kembali membai'at Abu Bakar sebagai
khalifah.
3.
Pasukan Muhajir bin Abi Umayyah
yang bertugas menghadapi sisa pasukan Aswad Al-Insa, membantu kaum Al-Abnak
(peranakan) menghadapi Kais bin Maksyuh, kemudian masuk ke Wilayah Kindah dan
Hadhramaut. Perlu diketahui, Aswad Al-Insa adalah nabi palsu yang tewas pada
masa Nabi Muhammad saw. masih hidup. Adapun sisa-sisa pasukannya dipimpin oleh
Kais bin Abdi Yaguts. Dialah yang memimpin gerakan riddah di Yaman sepeninggal
Rasulullah. Untuk menghancurkan gerakan Kais, diutuslah Panglima Ikrimah bin
Amr dengan dibantu oleh pasukan Muhajir bin Umayyah. Pertempuran pun terjadi.
Tidak berlangsung lama, Kais bin Abdi Yaguts menyerahkan diri. Kais diserahkan
kepada Khalifah Abu Bakar.
4.
Pasukan Khalid bin Said bertugas
menghadapi suku-suku besar Arab di wilayah tengah bagian utara hingga
perbatasan Syria dan Irak.
5.
Pasukan Amr bin Ash yang bertugas
menghadapi dua suku besar di wilayah utara bagian barat laut, yaitu Qudla'ah
dan Wadi'ah.
6.
Pasukan Huzaifah bin Muhsin
Al-Ghalfani yang bertugas menghadapi penduduk di wilayah Daba (pesisir tenggara
Arabia).
7.
Pasukan Arfajah bin Hartsamah yang
bertugas menghadapi gerakan riddah di Wilayah Mahra dan Oman (pesisir selatan
Arabia).
8.
Pasukan Surahbil bin Hasanah yang
bertugas sebagai pasukan cadangan Ikrimah bin Hisyam di wilayah Yamamah.
9.
Pasukan Maan bin Hijaz yang
bertugas menghadapi suku besar di sekitar wilayah Thaif, yaitu Salim dan
Hawazin.
10. Pasukan Suwaid bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah
di wilayah Tihamah (sepanjang pesisir Laut Merah).
11. Pasukan Allak bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah
di Wilayah Bahrain.
2. Melanjutkan Pengiriman Pasukan Usamah
Dikisahkan bahwa menjelang sakit, Nabi
Muhammad saw. membentuk pasukan guna dikirim ke perbatasan Syria. Pasukan yang
terdiri dari tokohtokoh Muhajirin, seperti Umar bin Khattab, dan tokoh-tokoh
Anshar itu dipimpin oleh Usamah bin Zaid, seorang pemuda yang baru berusia 20
tahun. Hal ini sengaja dilakukan Rasulullah saw. untuk mengkader generasi muda
Islam sebagai calon pemimpin. Pasukan Usamah pun berangkat ke Syria. Namun,
ketika sedang beristirahat di Jurfa, terdengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw.
sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan dan kembali
lagi ke Madinah. Akhirnya, Nabi Muhammad saw. wafat.
Masalah pemberangkatan pasukan Usamah
kembali dibicarakan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Malam itu,
selesai mengucapkan khutbah jabatan, Abu Bakar membicarakan hal itu bersama
tokoh Anshar dan Muhajirin. Sebagian dari mereka merasa keberatan karena akan
mengakibatkan kekosongan kekuatan di Madinah. Namun demikian, Abu Bakar punya
pertimbangan lain. Menurutnya, pemberangkatan pasukan akan mengalihkan
perhatian kaum muslimin yang hampir mengalami perpecahan dalam menentukan
pengganti Rasulullah saw.. Lebih dari itu, pemberangkatan pasukan akan
membangkitkan dan menyatukan semangat umat Islam muslim untuk menghancurkan
musuh-musuh Islam. Abu Bakar berkata, “Demi Zat yang menguasai diriku! Meski
aku mengira bahwa hewan-hewan buas akan menerkamku, aku akan tetap
memberangkatkan pasukan Usamah. Ini sebagaimana yang diperintahkan Nabi
Muhammad saw. Meskipun di negeri ini tidak ada orang lagi selain diriku, aku
akan tetap melaksanakannya! Meskipun harus menghadapi terkaman anjing dan
srigala, aku tidak akan merombak keputusan Nabi Muhammad saw.”
Demikian keteguhan hati sang khalifah.
Maka, pada hari Rabu sore, 14 Rabiul Awwal 11 H, pasukan Usamah diberangkatkan
ke Jurfa. Saat itu, Usamah duduk di atas kudanya, sementara Abu Bakar berjalan
kaki di sisinya. Adapun kuda Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf.
Dengan penuh rasa sungkan, Usamah berulang kali memohon agar diperkenankan
turun dari kudanya. Namun, Abu Bakar menolaknya. Sebaliknya, Abu Bakar berkata,
“Demi Allah! Janganlah turun, meski aku tidak berkendaraan. Biarlah telapak
kakiku dipenuhi dengan debu jalan Allah. Bukankah setiap langkah pejuang akan
memperoleh imbalan tujuh ratus kebajikan, meninggikan derajat dan martabatnya,
serta menghapuskan tujuh ratus kesalahannya?!” Bahkan, dalam perjalanan menuju
Jurfa itulah Abu Bakar berkata demikian, “Wahai Usamah! Jika menurutmu Umar bin
Khattab dapat membantuku setelah keberangkatanmu, sudi kiranya dirimu
mengizinkannya!” Sungguh bijak sang khalifah. Dia benar-benar menghormati
wewenang dan kekuasaan pejabatnya. Meski mudah baginya untuk memerintahkan Umar
menemani dirinya, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia sangat menghormati
wewenang Usamah sebagai panglima pasukannya. Sungguh sebuah akhlak dan prilaku
yang patut diteladani oleh semua. Dan tanpa berfikir panjang, Usamah pun
mengabulkan permohonannya.
Sesampainya di Jurfa, Abu Bakar memberikan
amanat perang sebagai berikut, “Wahai manusia, berdirilah! Aku akan memberikan
sepuluh amanat, maka terimalah. Janganlah berkhianat, berbuat keterlaluan,
menganiaya dan menggantung, membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita, merusak
pohon-pohon tamar dan membakarnya, menebas pohon-pohon yang sedang berbuah,
serta jangan menyembelih domba, sapi, dan unta kecuali untuk dimakan.
Ketahuilah bahwa kalian nanti akan bertemu dengan kelompok masyarakat yang
melakukan kebaktian dalam gereja. Maka biarkanlah mereka dengan kebaktiannya.
Kalian juga akan bertemu dengan sekelompok masyarakat yang akan menyumbangkan
bejana-bejana yang penuh dengan makanan. Maka setiap kali mencicipinya,
janganlah kalian lupa menyebut nama Tuhan (membaca Bismillah). Kemudian, kalian
juga akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan sengit
dan mengelilingi dirinya dengan berbagai pertahanan. Maka hancurkanlah dengan
kekuatan pedang kalian! Sekarang, berangkatlah dengan nama Allah!”
Demikianlah amanat perang sang khalifah
yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan prinsip-prinsip perang menurut
Islam, jauh sebelum negaranegara Barat membuat prinsip-prinsip perang melalui
Konvensi Genewa pada tahun 1864. Dalam kenyataannya, prinsip-prinisip tersebut
sangat membantu perjuangan kaum muslimin. Di samping itu, penaklukan imperium
Romawi dan Persia juga dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan rakyat di bawah
kekuasaan kekaisaran Romawi dan Persia, yang dipenuhi dengan kebijakan yang
sangat menyengsarakan rakyat banyak, dan tidak manusiawi, seperti pungutan
pajak yang memberatkan.
Selesai mendengarkan amanat perang, pasukan
Usamah berangkat ke medan pertempuran. Sementara Abu Bakar dan Umar bin Khattab
kembali ke Madinah. Saat itu, tujuan pengiriman pasukan Usamah adalah ke
Kerajaan Ghassan yang berpusat di Damaskus. Di sana, pasukan Usamah akan
meminta pertanggungjawaban sang raja atas kesewenang-wenangannya ketika
membunuh utusan yang dikirim Nabi Muhammad saw. Mu'tah, itulah tempat yang
pertama dituju oleh pasukan Usamah, sebuah tempat yang pernah menjadi medan
pertempuran antara kaum muslimin di bawah pimpinan Zaid bin Harisah (ayah
Usamah) dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraclius. Saat itu, gugur
beberapa tokoh Islam, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abu Thalib, dan
Abdullah bin Rawahah. Sekitar 40 (empat puluh) hari, pasukan Usamah berperang
melawan pasukan kerajaan Ghassan dan berhasil mengalahkan pihak lawan. Usamah
pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan yang cukup banyak. Pengaruh
positif dari kebijakan pengiriman pasukan ini adalah timbulnya rasa takut dalam
diri Kaisar Hiraclius setelah menyaksikan kekuatan kaum muslimin.
3. Menghadapi Imperium Persia
Untuk memperluas Wilayah Islam, kebijakan
yang ditempuh Abu Bakar adalah menghadapi kekejaman Imperium Persia. Perlu
diketahui bahwa dengan tentara yang terlatih dan peralatan perang modern,
Imperium Persia dikenal sebagai kerajaan yang kuat. Wilayah kekuasaannya
mencakup sepanjang lembah Mesopotamia. Sayang, mereka suka berbuat zalim. Di
bawah kekuasannya, penduduk diharuskan membayar pajak yang sangat tinggi dan
pungutan-pungutan dari tuan tanah yang memberatkan.
Mengawali kebijakannya, Abu Bakar mengutus
pasukannya yang terbagi dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh
Mutsanna bin Harisa Asy-Syaibani. Dengan kekuatan 8.000 pasukan, Mutsanna
bergerak ke arah utara sepanjang pesisir Teluk Persia pada bulan Muharram 12
Hijriah. Meski berhasil menguasai pelabuhan Al-Qatif, namun mereka mendapatkan
perlawanan sengit ketika akan memasuki wilayah Kuwait. Mendapat laporan dari
Mutsanna, Abu Bakar segera mengirimkan pasukan bantuan di bawah pimpinan Khalid
bin Walid. Dengan kekuatan 10.000 pasukan, Khalid berangkat ke medan
pertempuran. Pelabuhan tua Ubulla yang dikuasai pasukan Persia di bawah
pimpinan Harmaz yang dibantu oleh panglima Kavadh dan Anusjan berhasil
dikuasai. Kelompok kedua dipimpin oleh panglima Iyadh. Saat itu, mereka
ditugaskan untuk merebut benteng Dumatil Jindal yang terletak di antara lembah
Eufrat dan Teluk Akabah. Menguasai benteng tersebut dinilai akan mempermudah
untuk menguasai kerajaan Hira. Dan setelah memperoleh bantuan dari pasukan
Khalid bin Walid, benteng Dumatil Jindal dapat dikuasai. Demikian juga dengan
kerajaan Hira. Setelah berhasil menguasai Kuwait dan Hira, pasukan muslim juga
berhasil merebut pelabuhan Bashrah (Irak) dan Yaman. Perlu diketahui bahwa
penduduk di daerah yang berhasil dikuasai, ternyata lebih senang berada di
bawah kekuasaan kaum muslim. Itu disebabkan mereka diperlakukan secara
manusiawi, diberi hak hidup sepenuhnya, dan hanya dibebani dengan pajak yang
ringan.
4. Menghadapi Imperium Romawi
Berhasil menguasai Mesopotamia, Madinah
semakin ramai dengan para sukarelawan yang datang dari berbagai suku di
semenanjung Arabia. Sementara itu, semangat kaum muslim terus bergelora hingga
Abu Bakar merasakan kerinduan mereka untuk kembali membela agama Islam. Oleh
karena itu, melalui perundingan dengan tokoh Anshar dan Muhajirin, disusunlah
rencana besar untuk menghadapi Imperium Romawi Timur yang mencakup wilayah
Palestina dan Syria. Saat itu, kedua wilayah tersebut dikenal sebagai wilayah
Syam.
Pada awal tahun 13 H, Abu Bakar membentuk
empat pasukan besar. Masing-masing pasukan, dipimpin oleh seorang panglima.
Keempat pasukan tersebut adalah:
a. Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menguasai
Pelabuhan Aila di Teluk Kabah dan kemudian menuju Palestina.
b. Pasukan Syurahbil bin Hasanah yang bertugas merebut
Benteng Tabuk dan kemudian menuju Yordania.
c. Pasukan Yazid bin Abi Sufyan yang berangkat ke
Damaskus dan kemudian menuju Syria Selatan.
d. Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah yang bertugas merebut
Benteng Homs dan kemudian menuju Syria Utara dan Ibu Kota Antiokia.
Perlu diketahui bahwa kekuasaan muslim di
wilayah Imperium Romawi, diawali dengan dikuasainya wilayah Palestina,
Yordania, dan Syria. Saat itu, Kaisar Romawi, Heraclius, yang berada di
Yerusalem sangat terkejut dengan kemenangan pasukan muslim. Maka, dia bergegas
menyiapkan kekuatannya hingga berjumlah 240.000 pasukan dan menunjuk
saudaranya, Theodore, sebagai panglimanya. Sadar dengan kekuatan Heraclius yang
sangat besar, panglima Amr bin Ash yang ditugaskan menuju ke Palestina
mengusulkan kepada Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggabungkan seluruh pasukan.
Saat itu, Abu Ubaidah yang telah berhasil menguasai Syria Utara menyampaikan
usul itu kepada Abu Bakar dan sang khalifah pun menerimanya.
Sementara keempat pasukan di bawah
panglimanya masing-masing bergabung dalam satu barisan, Abu Bakar mengutus
Khalid bin Walid yang sedang berada di Lembah Mesopotamia untuk berangkat ke
Syria. Selain itu, Abu Bakar juga mengangkat Khalid sebagai panglima besar dari
seluruh pasukan muslim. Perlu diketahui bahwa saat itu pasukan muslim berjumlah
39.000 orang yang terdiri dari 24.000 pasukan gabungan, 9.000 pasukan Khalid, dan
6.000 pasukan Ikrimah. Pasukan Ikrimah itu terdiri dari para sukarelawan yang
berasal dari Arabia Selatan dan Tengah yang dibentuk sebagai pasukan cadangan.
Sebagai panglima besar, Khalid segera mengatur strategi. Dia membagi pasukannya
menjadi 40 regu yang terbagi dalam tiga sayap dan satu regu pasukan cadangan di
bawah pimpinan Ikrimah. Ketiga sayap itu adalah:
a.
Sayap Tengah yang menjadi pasukan inti dan dipimpin
oleh Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah
b.
Sayap Kanan yang dipimpin oleh Panglima Amr bin Ash
c.
Sayap Kiri yang dipimpin oleh Panglima Yazid bin Abi
Sufyan
Ketiga pasukan itu pun berangkat ke Yarmuk,
daerah yang ditetapkan oleh Abu Bakar sebagai benteng pertahanan. Hal ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a.
Yarmuk yang berbentuk dataran lembah dan dikelilingi
bukit-bukit berbentuk bulan sabit merupakan tempat yang sangat strategis secara
militer.
b.
Yarmuk diairi anak sungai yang berhulu dari dataran
tinggi Hauran (Syria) dan bermuara pada Danau Tiberias.
Di sisi lain, pasukan Romawi pun bergerak
ke Yarmuk. Merasa mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar, mereka langsung
menuju ke pusat pertahanan pasukan Muslim. Pertemuan antara kedua kekuatan pun
tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, sebelum genderang perang dibunyikan,
disepakati untuk melakukan perang tanding terlebih dahulu. Pasukan Romawi
diwakili Panglima Gergorius Teodorus, sedang pasukan Muslim diwakili panglima
Khalid bin Walid. Perang tanding pun berlangsung. Dikisahkan bahwa selama
perang tanding, kedua panglima itu melakukan dialog. Banyak hal yang ditanyakan
oleh Panglima Gergorius, dan pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh Panglima
Khalid bin Walid dengan memuaskan. Akhirnya, Gergorius pun masuk Islam dan
berjuang bersama pasukan Muslim melawan pasukan Romawi hingga dia pun akhirnya
terbunuh.
Pertempuran belum usai, pada bulan Jumadil
Akhir 13 H terdengar berita dari seorang utusan Madinah, yang langsung menemui
Khalid bin Walid. Utusan tersebut memberitahukan bahwa Abu Bakar telah wafat
dan Umar bin Khattab terpilih sebagai penggantinya. Lebih dari itu, sang utusan
juga menyerahkan sebuah surat dari Khalifah Umar kepada Khalid bin Walid.
Setelah dibaca, diketahui bahwa itu adalah surat pemecatan dirinya sebagai
panglima besar dan sekaligus pengangkatan Abu Ubaidah sebagai penggantinya.
Khalid bin Walid bergegas mengundang Abu Ubaidah. Di dalam kemahnya, Khalid
menyampaikan berita duka perihal kematian Abu Bakar. Selain itu, dia juga
memberitahukan berita tentang penyerahan tampuk kepemimpinan kepada Abu
Ubaidah. Akhirnya disepakati agar berita kematian Abu Bakar tidak diumumkan,
karena khawatir akan menurunkan semangat tempur pasukan. Sedangkan masalah
pergantian panglima, Abu Ubaidah mengusulkan agar hal itu diberlakukan setelah
peperangan usai. Dijelaskan bahwa alasan Khalid bin Walid diganti oleh Abu
Ubaidah disebabkan kekhawatiran Umar bahwa orang-orang akan mengkultuskan
Khalid sehingga akan berpengaruh pada keikhlasannya dalam berjuang. Perlu
diketahui bahwa Khalid adalah seorang panglima yang cerdas, gagah berani, dan
mempunyai siasat perang yang jitu. Sehingga, hampir setiap peperangan yang
dipimpinnya, selalu dimenangkannya. Saat itu, sebagai pejuang kesatria, Khalid
bin Walid menerima pemberhentiannya dengan jiwa besar. Bahkan dia berkata,
“Saya berjihad karena Allah swt., bukan karena Umar.”
Abu Bakar As-Siddiq menjadi khalifah selama
2 tahun, 3 bulan, 13 hari, Selama masa pemerintahannya, beliau telah berhasil
memberikan jasa-jasanya kepada perkembangan dan perluasan ajaran agama Islam.
Dia telah berhasil menghalau gerakan riddah. Bahkan, dia juga berhasil
memperluas wilayah Islam hingga ke luar jazirah Arab. Kedermawanan,
kerendahhatian, kejujuran, keamanahan, dan keteguhan hatinya telah membekas di
hati para sahabatnya.
5. Mengumpulkan Lembaran Ayat-ayat Suci Al-Qur'an
Sahabat Umar bin Khattab adalah penggagas
pertama pengumpulan Al-Qur'an. Ia mengusulkan idenya tersebut kepada Khalifah
Abu Bakar AsSiddiq. Ide Umar dilatarbelakangi oleh banyaknya sahabat penghafal
Al-Qur'an yang gugur sebagai syahid dalam peristiwa Perang Yamamah pada tahun
12 H. Diperkirakan sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur waktu itu sekitar 70
orang. Umar sangat khawatir jika nantinya Al-Qur'an akan musnah karena
banyaknya qari' yang gugur. Beliau mengusulkan kepada Abu Bakar agar
mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an. Pada mulanya Abu Bakar menolak usulan
tersebut, karena Rasulullah saw. tidak pernah melakukan hal tersebut pada waktu
beliau masih hidup. Tetapi setelah bermusyawarah dengan para sahabat, maka
akhirnya Khalifah Abu Bakar menyetujui usul Umar tersebut.
Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit
untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an dengan alasan memang ia adalah
penulis wahyu ketika Nabi saw. masih hidup, di samping ia juga sangat paham
terhadap persoalan terkait Al-Qur'an. Pada mulanya Zaid bin Tsabit juga
menolak, kemudian keduanya bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid bin Tsabit
dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an tersebut. Zaid
melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan hati-hati, dengan bersandar pada
hafalan para qurra' (para penghafal Al-Qur'an) dan catatan yang ada pada para
penulis.
Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur'an dari
daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari
hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun
ia hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur'an
yang sangat penting bagi Umat Islam itu, dia masih memandang perlu mencocokkan hafalan
atau catatan dari sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang
saksi. Dengan demikian Al-Qur'an seluruhnya telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam
lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang yang tersusun menurut urutan
ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw.
Kemudian Mushaf Al-Qur'an hasil pengumpulan
Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12
H. Setelah beliau wafat pada tahun ke-13 hijrah, Mushaf tersebut disimpan oleh
khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab, setelah Umar wafat, Mushaf tersebut
disimpan oleh putrinya yang sekaligus istri Rasulullah saw. bernama Hafsah
binti Umar ra.
Sahabat Ali bin Abi Thalib memberi
penilaian atas dikumpulkannya Mushaf Al-Qur'an dengan perkataannya, “Orang yang
paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah
karena dialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur'an, di samping itu beliau
juga yang pertama kali menyebut Al-Qur'an sebagai Mushaf.”
Post a Comment