Header Ads

Buku SKI

Kebijakan dan Prestasi Khalifah Utsman bin Affan


1. Mengadili dan Sekaligus Menjadi Wali Ubaidillah bin Umar


Tidak lama setelah dibai'at, Utsman langsung memanggil Ubaidillah bin Umar. Saat itu, terdengar kabar bahwa dia telah membunuh Hormuzan karena motif balas dendam atas kematian ayahnya. Ini mengingat tersebar isu bahwa Hormuzan terlibat dalam peristiwa pembunuhan itu. Peradilan pun berjalan, Ali mengusulkan supaya memberikan hukuman mati. Berbeda dengan itu, Amr bin Ash memberikan pertimbangan lain. Menurutnya, Umar baru saja meninggal, apakah putranya akan dibunuh juga? Akhirnya Utsman memutuskan hukuman diyat (membayar denda). Akan tetapi, karena Umar tidak meninggalkan warisan, Utsman mengangkat dirinya sebagai wali dan membayar tebusan diyat dengan hartanya sendiri.

2. Perluasan Wilayah


Sebagaimana kedua pendahulunya, Khalifah Utsman juga mengeluarkan kebijakan perluasan wilayah. Berikut ini beberapa Wilayah yang berhasil ditaklukkan pasukan Muslim di bawah kekhalifahan Utsman bin Affan:
a.       Wilayah Asia meliputi Thabaristan, wilayah sebrang Sungai Jihun, Harah, Kabul, Turkistan, dan Armenia.

b.      Wilayah Afrika meliputi Barqah, Tripoli Barat, dan Nubah.
c.       Wilayah Eropa meliputi Pulau Cyprus dan Konstantinopel.


Saat itu, daerah-daerah kekuasaan Islam banyak yang dikelilingi oleh lautan. Karenanya, atas usul Muawiyah bin Abi Sufyan dan persetujuan Utsman bin Affan, dibentuklah angkatan laut Islam yang pertama.

3. Pembukuan Mushaf Al-Qur'an dengan Rasm Utsmani


Membukukan Al-Qur'an merupakan kebijakan sekaligus jasa terbesar Utsman bin Affan. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari kebijakan yang dikeluarkan pendahulunya. Setelah Abu Bakar berhasil mengumpulkan lembaran Al-Qur'an, Utsman membentuk panitia untuk menulis Al-Qur'an, dijelaskan bahwa ide penulisan Al-Qur'an diawali dengan adanya perbedaan bacaan di kalangan sahabat.

Pada tahun 26 H, ketika pasukan Muslim sedang mengamankan wilayah Azerbaijan dan Armenia, Khalifah Utsman mengirim pasukan yang dipimpin oleh Walid bin Ukbah. Termasuk dalam rombongan tersebut adalah Panglima Huzaifah. Saat itu, Panglima Huzaifah menemukan adanya perbedaan bacaan Al-Qur'an yang disebabkan perbedaan dialek di kalangan pasukan muslimin. Kenyataan itu ditemukan Huzaifah ketika mendengar bacaan salat mereka atau bacaan hafalan mereka waktu istirahat malam. Menurutnya, hal itu akan berpengaruh negatif di masa yang akan datang. Sesampainya di Madinah, Huzaifah menyampaikan pemikirannya kepada Khalifah Utsman, dan beliau dapat memahami dan segera mengambil tindakan tegas.

Saat itu, khalifah segera membentuk panitia penulisan al-Qur'an. Panitia itu diketuai oleh Zaid bin Tsabit, dengan tiga orang anggota, yaitu: Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penunjukan Zaid sebagai ketua didasarkan pada dua alasan, yaitu: pertama, dia adalah sekretaris Nabi Muhammad saw., dan kedua, dia termasuk sahabat yang hafal Al-Qur'an. Setelah mendapat mandat dari khalifah, panitia penulisan Al-Qur'an memulai pekerjaannya. Mereka terus bekerja keras untuk menulis naskah AlQur'an. Berbagai persiapan pun dilakukan. Panglima Abdullah bin Sarrah di Mesir dan Muawiyah bin Abi Sufyan diperintahkan mengirimkan papirus, parkamen, dan beberapa bahan yang dibutuhkan lainnya ke Ibu kota Madinah. Naskah Al-Qur'an yang selama ini disimpan di rumah Hafsah binti Umar juga diserahkan kepada khalifah.

Empat tahun berselang, naskah Al-Qur'an selesai pada tahun 30 H (651 M). Saat itu, panitia penulisan berhasil menyiapkan 7 (tujuh) naskah AlQur'an. Masing-masing naskah itu kemudian dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum muslim yang dipandang penting, yaitu:
a.      Mekah,
b.      Damaskus,
c.       San'a (Yaman),
d.      Bahrain,
e.      Basrah, dan
f.        Kufah.
g.      Sedang yang satu, dipegang oleh Khalifah Utsman bin Affan. Dan naskah tersebut kemudian disebut sebagai Mushaf Utsmani atau Rasm Utsmani.

Dalam perkembangan selanjutnya, kebutuhan menulis dan membukukan naskah Al-Qur'an semakin membesar. Di beberapa wilayah, terbentuk lembaga. lembaga penulisan untuk memenuhi permintaan naskah Al-Qur'an. Dalam pelaksanaannya, ketujuh naskah yang telah dibubuhi cap kekhalifahan itu dijadikan sebagai sumber rujukan utama. Waktu terus berjalan, beberapa naskah Al-Qur'an zaman Utsman masih bisa dijumpai di beberapa museum Salah satu di antaranya, masih tersimpan pada sebuah museum di Tashkent, Asia Tengah.

4. Perluasan Masjid Nabawi


Wilayah Islam semakin luas, masyarakat yang memeluk ajaran Islam pun semakin banyak. Sejalan dengan itu, setiap kali musim haji tiba, rombongan yang datang ke Tanah Suci semakin membludak. Sementara saat itu, Masjid Nabawi hanya berukuran 100 X 100 hasta. Jangankan di musim haji, untuk kegiatan ibadah sehari-hari saja sudah terasa sangat sempit. Kenyataan ini memunculkan desas-desus di kalangan sahabat yang memperbandingkan Masjid Nabawi dengan rumah-rumah ibadah kaum Nasrani, Yahudi, dan Majusi. Mereka merasa bahwa Masjid Nabawi sangat sederhana bila dibandingkan dengan kemegahan gereja Nasrani, keniset Yahudi, dan kuil api Majusi.

Mendengar desas-desus ini, Utsman bermusyawarah dengan para sahabat lainnya. Akhirnya diperoleh kesepakatan untuk merombak dan memperluasnya. Dikisahkan bahwa setelah melaskanakan salat Jum'at, Utsman naik ke atas mimbar dan menyampaikan maksudnya untuk merombak dan memperluas Masjid Nabawi. Beliau menjelaskan bahwa hal tersebut pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya dan tidak ditujukan untuk menghilangkan bekasbekas peninggalan Rasulullah saw. Rencana khalifah disetujui masyarakat dan perluasan Masjid Nabawi pun dilaksanakan. Pekerjaan perluasan itu dimulai pada bulan Rabiul Awwal tahun 29 H, dan selesai pada bulan Muharram 30 H. Dinding masjid terbuat dari batu ukir yang indah. Tiangnya terbuat dari batu pualam. Sedangkan gerbang masuknya, tetap berjumlah enam buah sebagaimana sebelumnya.

Berbeda dengan kedua pendahulunya, Khalifah Utsman cenderung memi' lih para pejabat dari kalangan keluarganya. Pengawasan terhadap para pejabat Pun menjadi lemah. Kebijakan ini menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Khalifah pun menuai protes dari rakyatnya. Dikisahkan bahwa suatu ketika, Ali bin Abi Thalib, atas dorongan para sahabat lainnya, menyarankan Utsman untuk meluruskan kebijakannya. Namun saat itu Utsman berkata, “Khalifah Umar mengangkat Muawiyah di Syria, tidak ada reaksi. Saya mengukuhkan Pengangkatan ini, semuanya bereaksi. Khalifah Umar mengangkat Mughirah di Basrah, tidak ada reaksi. Saya mengukuhkan pengangkatan ini, timbul reaksi. Khalifah Umar melakukan pengangkatan-pengangkatan, tidak ada reaksi. Dan saya melakukan berbagai pengangkatan, timbul reaksi.” Ali berkata, “Itu karena khalifah telah mengangkat para pejabat tinggi yang berasal dari keluarga sendiri.” Utsman berkata, “Bukankah mereka juga keluarga kamu?” Ali berkata, “Benar! Akan tetapi masih ada tokoh-tokoh lain yang lebih berkemampuan daripada mereka. Terlebih lagi khalifah selalu bersikap lunak. Sebagai khalifah, ada saatnya bersikap lunak dan ada pula saatnya harus bersikap keras, sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Muawiyah sering mengeluarkan ketetapan atas nama Amirul Mukminin tanpa seizin khalifah, tapi khalifah mendiamkannya. Demikian pula dengan para penguasa di berbagai Wilayah lainnya. Lantas, bagaimana rakyat akan menghormati Anda?” Usaha Ali mengalami jalan buntu. Khalifah Utsman tetap berada pada garis kebijakanya. Suasana menjadi semakin tegang seiring dengan semakin kuatnya keresahan dan arus protes masyarakat. Puncak dari keresahan itu adalah tragedi pemberontakan yang terjadi di kediaman khalifah.

Dikisahkan, berkenaan dengan terbongkarnya surat palsu yang ditulis Marwan bin Al-Hakam kepada penguasa Mesir (Abdullah bin Jarrah) tentang perintah pembunuhan Muhammad bin Abu Bakar, pasukan Mesir mengajukan salah satu dari dua tuntutan: menyerahkan Marwan bin Al-Hakam atau Khalifah Utsman meletakkan jabatannya. Sejalan dengan itu, mereka mengepung kediaman Khalifah Utsman bin Affan. Saat itu, Khalifah Utsman diberi tenggang waktu selama tiga hari. Tiga hari berselang tanpa ada keputusan, pasukan Mesir menyerbu kediaman Utsman. Terjadilah kericuhan dan dalam peristiwa itulah Khalifah Utsman terbunuh. Dikisahkan bahwa setelah dipukul kepalanya oleh Al-Ghafiki, kepala khalifah ditebas oleh Sudan bin Hamran. Peritiwa itu terjadi di waktu subuh, hari Jum'at tanggal 8 Zulhijah tahun 35 H (656 M). Dalam usia 82 tahun, Utsman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Al-Mushaf yang sedang dibacanya.

Demikianlah akhir dari pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Meski demikian, harus diakui bahwa banyak jasa yang telah diperbuatnya di Sepanjang pemerintahannya. Dari semua itu, tentunya banyak hal yang bisa dipelajari. Selamat mencari dan meneladani!

Tidak ada komentar