Header Ads

Buku SKI

Berdirinya Dinasti Bani Umayyah Di Andalusia


Islam memasuki wilayah Andalusia di Eropa pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah di Damaskus di bawah kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan (705-715). Keberhasilan Abdul Malik sangat didukung oleh panglima perangnya yang handal yaitu Musa bin Nushair (panglima wilayah Barat), dan Hajjaj ibn Yusuf (panglima wilayah Timur). Hajjaj dinilai sangat berhasil meredam gejolak di wilayah Timur seperti Hijaz, Yaman, Yamamah, Basrah, Kufah, Irak dan Persia. Hajjaj dengan dibantu oleh anak tirinya, Qutaibah ibn Muslim, yang juga sebagai Gubernur Khurasan (704), berhasil menaklukan beberapa wilayah antara lain; Transoxiana, Takaristan bagian bawah dengan ibu kotanya Balkh (705), Bukhara (706), sebagian wilayah Samarkand dan Khawarizm (710), Farghanah (713), Kasygar di Turkistan Cina (715), dan sebagian wilayah India.

Sedangkan panglima perang kawasan Barat Musa bin Nushair juga melakukan penaklukan ke beberapa wilayah semenanjung Iberia, gerbang Barat Eropa. Musa mengutus panglima bawahannya, Tharif ibn Malik (91/710) membawa 500 pasukan mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarif kembali ke Afrika Utara membawa banyak ganimah (harta rampasan). Setahun kemudian, Musa ibn Nushair, Gubernur Afrika Utara, mengirim 12.000 orang tentara Barbar dan Arab dipimpin Thariq ibn Ziyad. Ekspedisi kedua ini mendarat dibukit karang Giblartar (Jabal at-Tariq) pada tahun 92 H/711 M. Pada waktu itu, penguasa Andalusia, Raja Roderick, tengah disibukkan oleh usaha meredam pemberontakan orang-orang Basque di bagian Utara Semenanjung. Ketika mendengar tentara Thariq telah masuk Andalusia, Roderick langsung mengumpulkan 25.000 tentaranya. Dua pasukan itu kemudian bertemu di daerah tepi Guadalate. Dalam pertempuran itu, tentara Thariq berhasil mengalahkan tentara Roderick. Walau jumlahnya 25.000 orang, tentara Gotik Barat bisa dikalahkan karena adanya pengkhianatan dari musuh-musuhnya yang dikepalai uskup Oppas. Roderick sendiri tewas dan jenazahnya tidak ditemukan. Kemenangan Thariq tidak lepas dari bantuan Ilyan Gubernur Tangier dan Ceuta yang dendam kepada Roderick karena konon telah membuat perlakuan tidak baik terhadap putrinya yang cantik jelita. Dampak dari kemenangan itu, dengan mudah beberapa daerah berangsur-angsur dapat ditundukkan seperti Toledo, Seville, Malaga, Elvira, dan Cordoba yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota Spanyol Islam.

Mendengar keberhasilan Thariq, Musa ingin ambil bagian dalam ekspansi ke Andalusia. Pada tahun 93H/712M, ia bersama 18.000 tentara Barbar dan Arab menuju Andalusia dan dapat menaklukkan daerah Carmona, beberapa wilayah Barcelona sebelah Timur seperti: Narbone, Cadiz, dan Calisa. Musa ingin melanjutkan ekspansinya ke Perancis, tetapi al-Walid khawatir bahwa Musa akan memproklamirkan negara-negara yang ditaklukkannya menjadi independen, karena itu ia memanggil Musa pulang ke Damaskus. Abdul Aziz, putera Musa, ditunjuk sebagai pelaksana Gubernur Andalusia. Selama masa pemerintahannya, konsolidasi terus dilakukan. Perluasan wilayah ke Perancis dilanjutkan oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tetapi gagal dan ia terbunuh oleh tentara Charles Martel tahun 732 M. Selama 40 tahun masa Dinasti Umayyah di Andalusia terdapat 21 gubernur yang saling menggantikan dengan cara yang berbeda, kadang-kadang ditunjuk langsung pemerintahan pusat Damaskus, kadangkala oleh gubernur Qayrawan di Afrika Utara, dan kadangkala ditunjuk oleh kaum Muslimin sendiri di Andalusia. Dalam periode kekacauan ini datanglah Abdurrahman ad-Dakhil ke Andalusia, setelah lima tahun dalam perjalanan melarikan diri dari kejaran para penguasa Dinasti Bani Abbasiyah.

Awal perjalanan Abdurrahman sampai di Andalusia sangat sulit. Ia dikejar-kejar oleh pasukan kiriman Abdurrahman bin Habib al-Fihry, Gubernur Bani Abbasiyah di Afrika, dan Abu Yusuf al-Fihry, Gubernur Andalusia. Abu Ja'far al-Manshur yang kala itu memegang kekhalifahan Dinasti Bani Abbasiyah berupaya melenyapkan seluruh sisa-sisa keturunan Bani Umayyah. Abdur-rahman merupakan salah satu keturunan Dinasti Bani Umayyah yang berhasil selamat dari kejaran Dinasti Bani Abbasiyah. Ia mengatur strategi pelariannya menuju Rah di dekat Sungai Efrat, tempat ia bergabung kembali dengan anggota keluarganya yang berhasil menyelamatkan diri, termasuk dua saudara perempuannya, adik laki-lakinya, dan putranya. Ia baru sampai di sana, ketika diberitahukan kepadanya bahwa para pengejar Dinasti Bani Abbasiyah telah mengelilingi rumah tempat sanak keluarganya bersembunyi. Abdurrahman dan saudara laki-lakinya, yang saat itu baru berusia tiga belas tahun, lari dari rumah itu dan menceburkan diri ke Sungai Efrat. Ia berhasil menyeberangi Sungai Efrat, tetapi saudara laki-lakinya berbalik setelah dibujuk oleh para pengejarnya yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mencelakai dirinya. Namun, setelah berhasil membujuknya, para pengejar Dinasti Bani Abbasiyah malah menangkapnya.


Abdurrahman berhasil melarikan diri ke Andalusia memakan waktu cukup lama, yaitu selama lima tahun. Berbagai cara ia lakukan untuk menyelamatkan diri dari kejaran Dinasti Bani Abbasiyah, termasuk bersembunyi dibalik pakaian istri orang yang ditumpanginya, sebab hanya itulah satu-satunya tempat persembunyian yang tersisa dalam tenda tempat ia menumpang beristirahat. Ia berhasil mendarat di Andalusia pada tahun 755. Ketika itu Andalusia tengah dilanda kekacauan karena ketidakpastian kepemimpinan. Dalam kondisi seperti ini, Abdurrahman segera mengkonsilidasikan kekuatan dan berhasil merebut Cordoba pada tahun 138/756. Para Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada akhirnya membiarkan kelangsungan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia. Abdurrahman berhasil membangun pemerintahan yang kokoh yang berpusat di Cordoba selama 32 tahun (138-182 H/756-788 M). Karena keberhasilan dan upayanya tersebut, ia kemudian mendapat gelar ad-Dakhil; sang penakluk atau orang yang berhasil memasuki daerah baru.

Wilayah kekuasaan ad-Dakhil di Andalusia meliputi Cordoba, Arkidona, Seville, Toledo, dan Granada. Untuk memperluas dan mempertahankan wilayah kekuasaannya, beliau membangun dan mengembangkan angkatan bersenjata yang kuat dan terlatih, terdiri atas 40.000 orang prajurit bayaran dari bangsa Barbar. Ia mendatangkan para tentara itu dari Afrika, dan dikenal cukup loyal karena digaji cukup tinggi. Setelah relatif berhasil menciptakan konsolidasi dan integrasi masyarakat Andalusia, ad-Dakhil mulai memperhatikan kemajuan peradaban. Ia memperindah kota-kota di wilayah kekuasaannya, membangun saluran air bersih di sekeliling ibu kota, membangun Villa Munyat ar-Rushafah meniru istana Damaskus. Dua tahun sebelum kematiannya (788 M), ia membangun kembali masjid Cordoba, yang bertahan sampai sekarang dengan nama popular La Mezquita. Selain masjid, ia juga membangun jembatan yang melintasi Sungai Guadalquivir.

Tidak ada komentar