Perkembangan Peradaban/Kebudayaan Dan Ilmu Pengetahuan di Andalusia
Islam di Andalusia berlangsung
sekitar tujuh setengah abad lamanya. Dalam kurun waktu tersebut banyak prestasi
yang telah dilakukan oleh para amir, khalifah, penguasa, para ulama,
cendikiawan, dan masyarakat, dalam mengembangkan Andalusia dalam berbagai
bidang keilmuan dan peradaban. Banyak ahli mengakui pengaruh peradaban Islam
terhadap kemajuan-kemajuan Eropa dan dunia Barat pada saat ini. Berikut ini
akan diuraikan kemajuan dan prestasi Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia.
1. Kebudayaan Non Fisik
a. Lembaga Pendidikan
Pendidikan dasar bagi
anak-anak di Andalusia meliputi kemampuan baca tulis Al-Qur'an, tata bahasa
Arab, dan puisi Arab. Pendidikan di Spanyol hampir rata meliputi seluruh penduduk
negeri, sehingga sebagian besar muslim, laki-laki dan perempuan saat itu mampu
membaca dan menulis. Padahal waktu itu situasi di Eropa masih dalam kondisi
kurang begitu berpendidikan.
Pendidikan tinggi difokuskan
pada tafsir Al-Qur'an, tata bahasa Arab, sejarah, filsafat, puisi, dan
geografi. Beberapa kota penting mempunyai perguruan tinggi seperti di Cordoba,
Granada, Malaga, Seville. Universitas Granada mempunyai jurusan seperti
kedokteran, matematika, astronomi, teologi, dan hukum. Setiap tahun jumlah
mahasiswanya mencapai ribuan, dan ijazah yang dikeluarkan berpeluang mendapat
pekerjaan pada jabatan tinggi di kerajaan. Salah satu slogan favorit yang
termaktub di portal universitas berbunyi: ”Dunia hanya terdiri atas empat
unsur: pengetahuan orang bijak, keadilan penguasa, doa orang saleh, dan
keberanian kesatria.”
Perkembangan pendidikan dan
ilmu pengetahuan tidak lepas dari kerja keras umat Islam untuk selalu meningkatkan
peradaban. Abdurrahman al-Ausath (206-238 H/822-852 M) umpamanya, sangat perhatian
terhadap hal ini. Ia banyak mendatangkan kitab-kitab Yunani yang telah
diterjemahkan para Khalifah Abbasiyah ke Cordoba. Khalifah al-Mustansir juga
menunjukkan perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Ia banyak
mendatangkan buku-buku dari Damaskus, Bagdad, dan Kairo untuk mengisi
perpustakaan negara di daerah Cordoba.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat erat kaitannya dengan kondisi politik, ekonomi, dan pemerintahan yang stabil pada masa itu. Kerjasama antara penguasa, ulama, hartawan, dan ilmuan yang harmonis, sangat mempercepat laju perkembangan kebudayaan. Sejarawan Philip K. Hitti menjuluki Cordoba sebagai mutiara dunia, pada masa al-Mustanshir memiliki tidak kurang dari 800 buah sekolahan, 70 perpustakaan umum dan pribadi. Al-Mustanshir sendiri memiliki 400.000 buku untuk perpustakaan pribadinya. Ia mengoleksi buku-buku dengan cara membeli, atau menyalin naskah. Untuk mendapatkan koleksi itu, ia mengirim para agen buku ke Bagdad, Iskandaria, dan Damaskus.
Andalusia pada masa Dinasti
Umayyah II sudah mencapai peradaban yang sangat maju untuk ukuran masa itu.
Pada masa itu, orang-orang Eropa Barat masih pada tahap-tahap awal mengenal
ilmu pengetahuan. Mereka belajar di beberapa universitas seperti universitas
Cordoba, Malaga, Granada, Sevilla, dan lembaga-lembaga pendidikan lain di
Andalusia. Mereka membawa ilmu pengetahuan dari beberapa universitas di
Andalusia ke negerinya masingmasing. Atas dasar itu, peranan Andalusia dalam
mengantarkan Eropa memasuki periode pencerahan sangat besar.
Di setiap Universitas dibangun
perpustakaan. Perpustakaan terbesar berada di Cordoba, yang dibangun oleh
Muhammad I (852-886), kemudian diperluas dan dilengkapi oleh Abdurrahman III,
dan menjadi perpustakaan terbesar terbaik ketika al-Hakam II menyumbangkan
koleksi pribadinya. Penduduk muslim Andalusia tidak begitu antusias terhadap
ruang-ruang publik untuk kepentingan politik, sebagaimana di Yunani dan Romawi,
karena itu mereka menjadikan buku sebagai sarana satu-satunya untuk memperoleh
pengetahuan. Di bidang produksi, pemasaran, dan konsumsi buku, Cordoba
menempati posisi pertama di Spanyol. Jativa di Spanyol merupakan pusat industri
kertas, asal mulanya berasal dari Maroko, dibawa ke Timur, baru kemudian ke
Spanyol pada pertengahan abad ke-12. Kata “ream” dalam bahasa Inggris diserap
dari bahasa Perancis “rayme” dari bahasa Spanyol “resma” dan merupakan kata
pinjaman dari bahasa Arab “rizmah” yang berarti bundel. Setelah Spanyol,
industri kertas dikembangkan di Italia (1268-1276), juga dipengaruhi umat Islam
Sisilia Spanyol.
Setelah Muslim Spanyol
dihancurkan, sekitar 2.000 volume kertas diselamatkan dan dikumpulkan oleh
Philip II (1556-1598) dan para penerusnya dari beberapa perpustakaan Arab.
Sisa-sisa kertas tersebut menjadi bahan pokok perpustakaan Escurial, hingga
kini masih berdiri dekat kota Madrid. Pada paruh awal abad ke-17, Syarif
Zaidan, Sultan Maroko, melarikan diri dari ibu kota, mengirim koleksi perpustakaannya
dengan kapal, yang kaptennya tidak mau menurunkan buku-buku tersebut karena
tidak dibayar penuh. Dalam perjalanan menuju Marseille, kapal itu jatuh ke
tangan perampok Spanyol, mereka mendapat barang rampasan berupa buku dan
alat-alat tulis jumlahnya sekitar tiga atau empat ribu volume, yang kemudian
disimpan pelayan Philip III di Escurial. Berkat koleksi itu, perpusstakaan
tersebut menjadi salah satu yang terkaya dengan manuskrip-manuskrip Arab.
(Philip K. Hitti, 22005: 719).
b. Fiqh
Terbaginya kekuasaan secara
politis antara Timur (Bagdad) dan Barat (Andalusia) tidak menyebabkan
perpecahan antara keduanya di bidang peradaban. Komunitas Muslim Andalusia
belajar di Bagdad dan sebaliknya banyak muslim Bagdad yang belajar di
Andalusia. Karena itu, pengaruh timbal balik antara keduanya sangat besar.
Hisyam I (172-180 H/788-796 M) adalah salah satu khalifah yang sangat perhatian
terhadap ilmu pengetahuan. Ia terkenal sebagai khalifah yang dekat dengan para
ulama. Di antara ulama yang hidup dalam masa pemerintahannya adalah Yahya bin
Yahya al-Laitsi, salah seorang murid kesayangan Imam Malik. Karena itu, mazhab
Maliki banyak dianut oleh masyarakat Muslim Andalusia. Tokoh lain yang populer
di bidang ilmu th adalah Abu Muhammad Ali ibn Hazm (w. 455 H/1063 M). Karyanya
yang terkenal adalah al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal. Dia adalah penganut
mazhab Syafi'i, kemudian beralih ke Imam Daud ad-Dhahiri. Ia juga sangat
berpengaruh dalam menyebarkan kedua mazhab tersebut di Andalusia.
c. Bahasa dan Sastra
Menurut Hitti (1970:557), di
bidang bahasa dan sastra, di Spanyol sebetulnya (sedikit) tertinggal jika
dibandingkan dengan orang-orang Irak, namun kemudian prestasi-prestasi yang
cukup spektakuler bermunculan, seperti munculnya Al-Qali (901-967 M), dengan karyanya
berjudul al-Amali dan al-Nawadin. Ia juga seorang profesor Universitas Cordoba
kelahiran Armenia. Kemudian muridnya bernama Muhammad bin Hasan al-Zubaydi
(928-989), berdarah asli Spanyol kelahiran Seville yang ilmunya mewarnai hampir
seluruh ilmu gurunya itu. Sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam
pemerintahan Islam di Spanyol, bahasa Arab diajarkan kepada murid-murid dan
para pelajar, baik yang muslim maupun yang non muslim. Hal ini dapat diterima
oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka
juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab sehingga mereka terampil
dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa yang terkenal
ialah Ibn Malik, pengarang kitab Alfiyah, Ibn Sayyidin, Ibn Khuruf, Ibn
al-Hajj, Abu Ali al-Shibli, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnati.
Bahkan, orang Islam Spanyol
juga berjasa atas penyusunan tata bahasa Hebrew (bahasa orang Yahudi) yang
secara esensial didasarkan pada tata bahasa Arab. Selanjutnya, di bidang
sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat signifikan dan melahirkan banyak
tokoh. Ibn Abd al-Rabbih, seorang pujangga yang sezaman dengan Abd al-Rahman
III mengarang kitab Al-Iqd al-Farid dan Al-Aghani, Ali bin Hazm (terkenal
dengan nama Ibn Hazm) juga menulis sebuah antologi syair cinta berjudul Tawq
al-Hamamah. Dalam bidang syair, yang digabungkan dengan nyanyian, terdapat
tokoh Abd al-Wahid bin Zaydan (1003-1071) dan Walladah (w. 1087) yang melakukan
improvisasi spektakuler dalam bidang ini. Karya mereka, Muwassah dan Jazal
merupakan karya monumental yang pernah mereka ciptakan pada masa itu sehingga
orang-orang Kristen mengadopsinya untuk himne-himne Kristiani mereka.
d. Filsafat
Said Al-Andalusi mengemukakan
bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan
memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan
“ilmu-ilmu kuno”. Penggantinya, Al-Hakam (961-976 M.), meneruskan kebijakan
dengan mengimpor karya-karya ilmiah dan filosofis dari Timur dalam jumlah besar
sehingga Cordoba dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Bagdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Umayyah Spanyol ini merupakan persiapan
untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya (Fakhri, 1986:357).
Tokoh utama dan pertama dalam
sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih
dikenal dengan Ibn Bajah. Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan
Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda.
(Yatim, 2004:101). Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Tufayl, penduduk asli
Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia
lanjut pada tahun 1185 M yang banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan
filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzan. Akhir abad
XII M, muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat
dalam Islam, yaitu Ibn Rushd dari Cordoba, atau lebih dikenal dengan Averroes,
ia lahir tahun 1126 M dan wafat tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatannya
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehatihatiannya dalam
menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama.
Jika dilihat perkembangan
filsafat di kalangan masyarakat intelek Islam Spanyol, akan tampak dominasi
dari tiga orang filosof kelahiran negeri tersebut, yakni: Ibn Bajah (w. 1138
M.), Ibn Tufail (w. 1185) dan Ibn Rushd (1126-1198) dengan tidak bermaksud mengecilkan
para filosof yang tidak terpopulerkan oleh sejarah, yang telah berjasa
meletakkan batu fondasi, membangun dan menyempurnakan filsafat di dataran
Andalusia tersebut. Madkour (1988:54) mengemukakan bahwa dua yang pertama dari
ketiga filosof ini berada dalam bayang-bayang Al-Farabi. Ibn Bajah, dengan
Tadbir al-Mutawahhid-nya “mengatakan” bahwa manusia bisa berhubungan dengan
akal fa'al dengan perantara ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi mereka.
Sementara Ibn Tufayl, dengan Hayy bin Yaqzan-nya, mengatakan bahwa hanya
potensi manusia yang bisa berhubungan dengan akal fa'al.
e. Sains dan Kedokteran
Ilmu-ilmu kedokteran, musik,
matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik di masa
Dinasti Umayyah II. Abbas ibn Farnas terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi.
Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu (Shalabi,
1984:126). Ibrahim ibn Yahya al-Naqqas terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat
menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya.
Ia juga sukses membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Nama lain adalah Ahmad ibn Ibas dari Cordoba seorang ahli
dalam bidang obat-obatan, dan Umm al-Hasan ibn Abi Ja'far dan saudara
perempuannya al-Hafiz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Nama lain di bidang kedokteran
adalah Abu al-Qasim az-Zahrawi, di Barat dikenal dengan sebutan Abulcasis. Ia
dikenal sebagai dokter ahli bedah, perintis ahli telinga dan penyakit kulit.
Karyanya yang sangat monumental berjudul at-Tashrif Liman 'Ajaza 'an at-Ta'lif
pada abad ke-12 M telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang
di Genoa (1497 M), Basle (1541 M), dan Oxford (1778 M). Sampai sekarang buku
tersebut masih dipakai sebagian kalangan terpelajar di Eropa.
f. Sejarah
Di bidang sejarah, terdapat
sejarawan terkemuka yaitu Abu Marwan Abdul Malik ibn Habib (w. 238 H/852 M). Ia
menulis karya at-Tarikh, menyerupai Tarikh at-Tabari. Buku ini berisi permulaan
bumi dan langit, sampai penaklukan Islam atas Andalusia. Sejarawan lain
Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad ibn Umar (w. 367 H/ 977 M), penulis buku
Tarikh Iftitah al-Andalus, dan Hayyan ibn Khallaf ibn Hayyan (w. 469 H/1076 M),
menulis buku al-Muqtabis fi Tarikh Rijal al-Andalus.
Beberapa penulis biografi juga
lahir selama masa dinasti Umayyah di Andalusia, satu di antara mereka adalah
Abu al-Walid Abdullah ibn al-Faradhi, lahir di Cordoba tahun 962. Ia diangkat
menjadi qadhi di Valencia. Karyanya cukup banyak, namun yang diketemukan hanya
Tarikh Ulama al-Andalus. Penulis lainnya adalah Ibn Basykuwal dengan karyanya
as-Shilah fi Tarikh A'immah al-Andalus.
g. Geografi
Ahli geografi pertama muslim
dari Barat adalah Abu Ubayd Abdullah ibn Abd al-Azis al-Bakri, hidup di Cordoba,
wafat di usia lanjut pada tahun 1094. Ia mendapat kemuliaan karena karyanya
berjudul al-Masalik wa al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Ahli geografi lainnya
bernama Abu al-Husain Muhammad ibn Ahmad ibn Jubayr, lahir di Velencia tahun
1145 dan belajar di Jativa. Ia melakukan perjalanan dari Granada ke Mekah
antara tahun 1183 sampai 1185. Dalam perjalanan pulangnya, ia mengunjungi
Mesir, Irak, Suriah. Dia juga menjalajahi wilayah Timur dalam dua kali
kesempatan, tahun 1189 sampai 1191 dan 1217, tapi dalam perjalanan di
Iskandaria ia meninggal. Karyanya yang terkenal adalah Rihlah, memuat catatan
perjalanan pertamanya, dan merupakan salah satu karya penting dalam
perpustakaan Arab.
Para astronom Arab telah
meninggalkan jejak-jejak karya mereka pada ilmuwan belakangan. Nama-nama
bintang Eropa diserap dari bahasa Arab, seperti Acrab ('aqrab, Scorpion),
Algedi (al-jadi, anak-anak), Altair (at-Thair, burung), Deneb (dzanab, ekor),
Phekad (farqad, anak sapi), azimuth (as-sumut), nadir (nazhir), zenith
(as-shamt), merupakan kata Arab dan membuktikan warisan kaya dunia Arab untuk
Kristen Eropa.
2. Kebudayaan Fisik
a. Arsitektur Bangunan
Masjid Jami' Cordoba merupakan
salah satu unsur peradaban Cordoba yang sangat penting dan masih tetap bertahan
hingga sekarang. Masjid tersebut dalam bahasa Spanyol disebut La Mezquita, yang
diambil dari kata masjid. Masjid ini adalah masjid yang paling masyhur di
Andalusia, bahkan di seluruh Eropa. Namun, sekarang masjid ini dijadikan
sebagai katedral. Abdurrahman ad-Dakhil mulai membangun masjid ini tahun 170
H/786 M., kemudian diteruskan oleh putranya Hisyam dan khalifah-khalifah
sesudahnya. Setiap khalifah memberikan sesuatu yang baru kepada masjid
tersebut, dengan memperluas dan memperindahnya agar menjadi masjid yang paling
indah di Cordoba dan salah satu masjid terbesar di dunia saat itu.
Tidak ada masjid kaum muslimin
yang menyerupai masjid ini dari segi keindahan, luas, dan besarnya. Separuh
masjid dibuat beratap dan separuhnya lagi tidak. Jumlah lengkungan bangunan yang
beratap ada empat belas. Ada 1000 tiang, baik tiang yang besar ataupun kecil.
Ada 113 sumber penerangan, penerangan yang terbesar terdapat 1000 lampu dan
yang paling kecil memuat 12 lampu.
Seluruh kayunya berasal dari
pohon cemara Thurthusy. Besar pasaknya satu jengkal dan panjangnya 30 jengkal,
antara satu pasak dengan pasak yang lain dipasang pasak yang besar. Di atapnya
terdapat bermacam-macam seni ukir yang antara satu dengan yang lain tidak sama.
Susunannya dibuat sangat baik dengan aneka warna terdiri dari warna merah,
putih, biru, hijau, dan hitam celak. Arsitektur dan warna-warni itu
menyenangkan mata dan menarik hati. Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga
puluh tiga jengkal. Jarak antara catu tiang dengan tiang yang lain lima belas
hasta, dan masing-masing tiang bagian atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer
pualam.
Masjid ini mempunyai mihrab
yang sangat indah, dihiasi ukiran-ukiran dengan teknik yang sempurna, dan
terdapat mozaik yang dilapisi emas. Di dua arah mihrab ada empat tiang, dua
tiang berwarna hijau dan dua lagi berwama violet kehijau-hijauan. Di bagian
ujung dipasangi lapisan marmer yang dihias dengan emas, lazuardi, dan warna-warna
lainnya. Di sebelah mihrab terdapat mimbar yang keindahannya tidak ada yang
menandinginya; kayunya adalah kayu ebony, box, dan kayu untuk wewangian. Konon,
mihrab tersebut dibuat selama tujuh tahun dan dikerjakan oleh tujuh orang ahli,
selain tukang.
Di sebelah Utara mihrab
terdapat gudang yang di dalamnya terdapat beberapa wadah yang terbuat dari emas,
perak, dan besi. Semuanya untuk tempat nyala lampu pada setiap malam ke-27
bulan Ramadan. Di gudang ini juga terdapat mushaf besar Al-Qur'an yang hanya
dapat diangkat oleh dua orang, dan juga terdapat mushaf Utsman bin Affan yang
beliau tulis dengan tangannya sendiri. Mushaf ini dikeluarkan setiap pagi oleh
para penjaga masjid. Mushaf ditempatkan di atas kursi dan imam membaca,
kemudian dikembalikan ke tempatnya semula.
Di sebelah kanan mihrab dan
mimbar adalah pintu yang menuju ke istana, terletak di antara dua dinding
masjid yang berupa lorong yang beratap. Di lorong ini ada delapan pintu; empat
pintu dari arah istana tertutup dan empat pintu dari arah masjid juga tertutup.
Sedangkan masjid ini memiliki 20 pintu yang dilapisi dengan tembaga. Setiap pintu
memiliki dua gagang pintu yang indah. Daun pintu dihiasai dengan beberapa
butiran yang terbuat dari bata merah yang ditumbuk dengan berbagai macam hiasan
yang lain. Halaman Masjid Cordoba dipenuhi dengan tanaman jeruk dan delima agar
buah-buahnya dapat dimakan orang-orang yang lapar dan para musafir yang datang
ke kota Cordoba.
Namun, masjid yang megah ini
telah diubah menjadi katedral sejak jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang
Kristen. Masjid ini kemudian berada di bawah kontrol gereja, walaupun namanya
tetap diabadikan. Menaranya yang tinggi menjulang dan megah telah berubah
menjadi tempat lonceng kebaktian gereja. Adapun dinding-dindingnya masih
dipenuhi dengan ukiran ayat-ayat Al-Qur'an. Masjid ini sekarang menjadi salah
satu bagian dari tempat sejarah yang paling masyhur di dunia.
Peninggalan arsitektur
bangunan lainnya adalah Alhambra, dibangun pada abad ke-13 M, dan terdiri atas
3 bagian utama, Royal Palace, benteng Alcazaba, dan taman Generalife. Ide untuk
membentuk beberapa bangunan di Alhambra ini adalah untuk menciptakan surga di
muka bumi. Desainnya mengambil ide dari air, karena air adalah sumber
kehidupan. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya simbol yang dekat dengan air
antara lain berupa kerang. Royal Palace yang paling terkenal dan indah terdiri
dari Mexuar, Serallo dan Harem dengan Lions' Court di tengah-tengahnya. Mexuar
adalah tempat kerja para sultan. Bagian paling menarik dari Mexuar adalah taman
yang mengarah ke muka Serallo. Serallo yang dipakai sebagai tempat resepsi tamu-tamu
kehormatan, sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Yusuf I pada
pertengahan abad ke-14 M. Taman Myrtles yang terletak di depannya dikelilingi
semak-semak hijau sangat menyejukkan. Di sebelah utara Serallo terletak menara
Comares. Di sini terdapat Hall of the Ambassadors, ruangan terbesar dan
terindah di Royal Palace, ruangan Segi empat ini beratapkan kubah dari kayu
yang menggambarkan surga.
Post a Comment