Kerajaan Cirebon (1526-1679)
Pendiri kerajaan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dalam penyebaran Islam ke kawasan Jawa Barat, Syarif Hidayatullah berjumpa dengan Pangeran Cakrabuwana, penguasa di Cirebon. Pangeran Cakrabuwana adalah keturunan dari Pajajaran (Hindu), tetapi ia sudah memeluk agama Islam. Pangeran Cakrabuwana berkedudukan di istana Pakungwati di Cirebon. Pemerintahan di Pakungwati kemudian diserahkan oleh Pangeran Cakrabuwana kepada Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah berhasil mengembangkan Cirebon sebagai kerajaan Islam dan melepaskan diri dari kekuasaan Pajajaran.
Selama Syarif Hidayatullah memimpin, Cirebon mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 1526 M, Cirebon dengan dukungan tentara Demak, di bawah pimpinan Fatahillah, berhasil membebaskan Banten dari kekuasaan Pajajaran. Sebagai penguasa di Banten kemudian diangkatlah putra Syarif Hidayatullah yang bernama Hasanuddin. Sultan inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. Pada tahun 1527 M, Fatahillah atas dukungan Syarif Hidayatullah, memusatkan kekuatannya untuk mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa. Untuk mengenang kegemilangan ini, nama Sunda Kelapa kemudian diganti dengan Jayakarta (kemudian menjadi Jakarta).
Setelah kemenangan itu, Fatahillah kemudian diangkat menjadi bupati di Jayakarta Dengan adanya Banten dan Jayakarta sebagai Wilayah kekuasaan Islam. Kedudukan Cirebon sebagai kerajaan Islam di Jawa Barat menjadi semakin kuat.
Pada tahun 1552 M, Fatahillah mewakili Syarif Hidayatullah memegang roda pemerintahan di Cirebon. Syarif Hidayatullah menyerahkan kekuasaan kepada menantunya, Fatahillah, karena dia sendiri baru melakukan tabligh (dakwah) keliling di berbagai daerah di Jawa Barat. Setelah Sultan Trenggana meninggal, pada tahun 1546, Cirebon menjadi negara yang bebas. Pada tahun 1568 M, Syarif Hidayatullah wafat. Jenazahnya dimakamkan di puncak Gunung Jati Cirebon. Oleh karena itu, syarif Hidayatullah kemudian dikenal engan nama Sunan Gunung Jati.
Dua tahun kemudian, yaitu 1570 M Fatahillah, menantu Syarif Hidayatullah, meninggal. Kekuasaan di Cirebon kemudian diserahkan kepada putra Sunan Gunung Jati yang lain, yakni Pangeran Pasarean. Pangeran Pasarean berkedudukan di Keraton Pakungwati. Pangeran Pasarean inilah yang menurunkan raja-raja Cirebon. Setelah Pangeran Pasarean, berturut-turut yang memerintah Cirebon adalah Pangeran Dipati Carbon, Panembahan Ratu, Pangeran Dipati Anom Carbon dan Panembahan Girilaya. Pada waktu Panembahan Girilaya wafat, Cirebon dibagi menjadi Kerajaan Kasepuhan dan Kerajaan Kanoman. Pembagian kerajaan dilaksanakan pada tahun 1679. Kerajaan Kasepuhan diberikan kepada Pangeran Martawijaya (putra Pangeran Girilaya yang tertua) dan Kerajaan Kanoman diberikan kepada Kertawijaya (putra Pangeran Girilaya yang lain).
Untuk memecah persatuan, VOC kemudian memecah Kesultanan Kanoman menjadi dua, yakni Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian, di Cirebon ada tiga kekuasaan, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Pada akhir abad ke-17 Cirebon dikuasai oleh VOC.
Post a Comment