Header Ads

Buku SKI

Kerajaan Samudera Pasai (1285-1524 M)

Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M kerajaan ini muncul sebagai kerajaan Islam. Bukti berdirinya kerajaan ini adalah terdapat nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan tersebut dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Pendiri kerajaan ini adalah Malik al-Saleh. Hal tersebut diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, seperti Snouck Hugronje, J .P. Molquette, J.L Moens, J. Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J Cawan dan lain-lain. 

Karena ketidakstabilan pemerintahan Perlak akibat adanya persaingan antar anggota keluarga kerajaan, para pedagang banyak yang mengarahkan kegiatannya ke tempat lain, yakni ke Pasai. Akibatnya, Perlak menjadi mundur. Pada waktu itu tampil seorang penguasa lokal di daerah Samudera bernama Merah Silu. Ia dibantu oleh Syeikh Ismail, utusan Sultan Mamluk dari Mesir. Merah Silu berhasil mempersatukan daerah Samudera dan Pasai. Kedua gagah tersebut kemudian dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudera Bagai. Raja Merah Silu kemudian bergelar Sultan Malik al-Saleh. Beliau memerintah tahun 1285-1297 M. Di samping itu, berdirinya kerajaan Pasai, juga disebabkan semakin meredupnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memiliki peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya. 


Sultan Malik al-Saleh kemudian mulai meletakkan dasar-dasar bagi pengembangan keraan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam. Hubungan dengan Gujarat dan Mekah berjalan secara baik. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venesia bernama Marco Polo. Ia menceritakan perkembangan Islam serta perdagangan di Perlak dan Samudera Pasai. Pada ahun 1297 M, Sultan Malik al-Saleh wafat. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan sekitar seberang Sungai Pasai. Batu nisan itu berangkat tahun 696 H atau 1297 M. 

Dalam kehidupan perekonomian, kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap keduanya merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Tome Pires menceritakan, di Pasai terdapat mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi bahwa Samudera Pasai pada waktu itu merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antar pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab. Hal itu menunjukkan bahwa pada saat itu Pasai merupakan kerajaan yang makmur. Kerajaan Samudera Pasai berlangsung hingga tahun 1524 M. Pada saat itu kerajaan mi ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian 1524 M dikuasai oleh raja Aceh, Ali Mughayat. 

Kehidupan sosial kemasyarakatan di Kerajaan Samudera Pasai diatur dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati dikembangkan di dalam masyarakat. Hubungan antara sultan dengan rakyat juga terjalin akrab. Sultan biasa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama. Ketika akan menunaikan ibadah salat Jum'at, sultan biasa berjalan kaki dan kalau pulang naik gajah atau unta. Sultan juga sangat hormat kepada setiap tamu yang datang. Bahkan tidak jarang memberikan cendera mata atau kenang-kenangan kepada tamu-tamunya. Hasil kebudayaan secara fisik tidak banyak yang ditemukan. Bentuk bangunan yang cukup terkenal di Samudra Pasai, misalnya batu nisan Sultan Malik al-Saleh dan jirat dari putri Pasai, yang bertuliskan huruf Arab dalam bentuk kaligrafi yang sangat indah. 

Tidak ada komentar